Kamis, 23 Agustus 2012

balada viana 3

Chapter 1

Viana

Siang hari itu terasa panas sekali, khususnya bagi orang-orang dari kota besar seperti Pak Sumarga yang terbiasa dengan dinginnya AC ruangan, namun meskipun panas terasa sangat menyengat kulit Pak Sumarga tampak semangat sekali berjalan diiringi oleh dua orang pembantunya. Mereka menuju mobil  Kijang yang teronggok di tepi jalan.

“Jo, kamu yang nyetir ya, kita langsung pulang saja sekarang” dengan wajah berseri Pak Sumarga memasuki mobil yang baru seminggu dibelinya diikuti Udin yang merasa bangga bisa duduk bersama dengan sang majikan.
“Siap bos” kemudian nafas lega terdengar dari mulut Tarjo yang daritadi merasa kepanasan dan akan segera merasakan sejuknya AC dalam mobil.
“wahhh, jasa-jasa kalian pasti saya balas, terutama kamu jo!”
“Terimakasih bos, kita sama-sama udah kecipratan rejeki koq bos” sahut Tarjo di belakang kemudi.
“ya, itu masih kurang, kalian juga akan saya nikahkan, semua biaya biar saya yang tanggung, tinggal kalian pilih sendiri ceweknya mau yang mana?” dengan wajah gembira, pria yang agak tambun itu menimpali pembantunya.
“yah bos, kita belum niat nikah, lagian kalau dipaksa nikah juga belum ada yang mau bos”
Tarjo tampak tersenyum mendengar kalimat Udin yang bernada lugu.. “kita?? Elu kali din” pikirnya..
“kalau gitu, kalian pilih saja maunya apa? Pasti saya penuhi!” tegas Pak Sumarga saking gembiranya melontarkan kalimat tanpa pikir panjang.
“bener nih bos?” tanya Udin setengah tak percaya.
“Ya iya Din, terutama kamu Jo, kan kamu yang pertama kenalin aku ke si Sumirah, jadi kamu juga tadinya mau aku biayain nikah”
“Nah Jo, kesempatan lu tuh nikahin anak Pak RT di kampung lu dulu, katanya dulu lu demen sama tuh cewek” balas Udin sehingga membuat Tarjo gelagapan, karena dia memang menyukai Tarmini, anak ketua RT di kampungnya, namun ditolak bapaknya lantaran dia masih pelaku kriminal.
“eh… itukan dulu Din, sekarang si Tarmi mungkin udah nikah, diakan juga banyak yang naksir”
“Wah, kebetulan kalau gitu Jo, kamu cari tau dulu saja. Kalau masih single, nanti kita lamar sekalian”
“Iya deh bos, nanti saya selidiki dulu orangnya” sahut Tarjo ogah-ogahan. Pikirannya sedang menimbang-nimbang antara mau atau tidak, karena sebenarnya dia sedang mengincar Viana, anak bosnya ini, namun dia juga tau diri menyadari statusnya.

Tarjo memang mengalami trauma sejak ditolak bapaknya Tarmini gara-gara tindak premanisme dan kegiatan kriminal yang dilakukannya bersama gerombolannya dulu, tapi masalah hati Tarjo sangat menyukai Tarmini. Sekarang ini Tarjo mulai berubah sejak dia bekerja pada Pak Sumarga. Perubahan itu semata-mata akibat kedua gadis anak majikannya itu yang selalu membuat  birahinya naik, juga akibat keisengannya melepas ilmu gendam pada Viana yang tadinya untuk membuat gadis itu takluk seperti perbuatannya pada banyak gadis desa, tapi malah membuatnya tambah berminat pada gadis bermata sipit majikannya itu apalagi sejak melihat tubuh polos Viana yang putih terang pada kejadian beberapa hari sebelumnya. Tapi dalam hati kecilnya Tarjo tetap mencintai Tarmini, hanya saja hubungan mereka tidak direstui oleh ayah Tarmini, sang ketua RT. Jika dibandingkan secara fisik, memang keduanya bagaikan langit dan bumi, tentu lebih memilih Viana, namun sikap Tarmini yang sangat baik itu membuat Tarjo tidak bisa melupakannya begitu saja, cocok sekali bila dijadikan istri, apalagi sekarang dia telah mempunyai pekerjaan tetap, bukan lagi pengangguran yang selalu membuat ulah.  Lagian terlalu berharap pada Vianapun kemungkinan besar terlalu membuang-buang waktu, seperti punguk merindukan bulan, jadi cukuplah baginya hanya mencicipi tubuh mulus Viana saja tanpa harus bertanggung jawab pada hidup Viana, itu sudah membuatnya sangat puas. Biar saja si Udin yang mengurus Viana, itupun kalau dia berhasil mendapat persetujuan PakSumarga majikannya. Sepanjang perjalanan pulang itu otak Tarjo yang licin berdenyut-denyut menimbang-nimbang yang harus dia pilih, apakah menerima atau menolak hadiah dari majikannya. Sementara Pak Sumarga sedang berbunga-bunga hatinya karena tak lama lagi ia akan memiliki Sumirah sebagai istri barunya. Udin disampingnya pun sedang sibuk memikirkan siasat bagaimana menjerat Viana tanpa harus bertanggung jawab sekaligus menguasai kekayaan majikannya. Memang selama ini Pak Sumarga sangat bergantung pada mereka berdua dalam mencari pelacur-pelacur untuk kesenangannya, bahkan terakhir Tarjo malah berhasil mendapatkan seorang gadis desa baik-baik dan menjerat gadis itu untuknya hingga kemudian gadis itu hamil dan tak lama lagi akanmenjadi istri barunya. Dengan begitu, Pak Sumarga merasa harus memberi penghargaan khusus pada kedua pembantu atau lebih tepat dikatakan kaki tangannya itu, selama inipun kedua pembantunya selalu dimanjakan oleh banyak pelacur suruhannya, namun begitu mendapatkan Sumirah yang masih perawan, Pak Sumarga pun rela memberikan bonus khusus pada kedua pembantunya terutama Tarjo. Berburu gadis-gadis desa yang lugu membuat kesan tersendiri bagi Pak Sumarga yang terbiasa dengan gadis-gadis mewah kota Jakarta yang matre dan juga untuk keadaan sekarang yang sedang bangkit dari kebangkrutan, berburu gadis desa lebih pas dikantongnya. Secara kenikmatan, memang gadis dimanapun sama saja kalau sudah diranjang, hanya sensasinya bagi Pak Sumarga saat ini lebih memilih gadis manis berkulit mulus sawo matang di desa daripada gadis cantik berkulit putih dikota.

Sejak hari itu gemparlah seisi rumah Viana karena niat Pak Sumarga yang akan nikah dengan gadis 18 tahun seumuran dengannya. Tatik, istri Pak Sumarga tentu saja merasa gerah mengetahui berita itu, niatnya seakan mendapat saingan untuk menguasai harta Pak Sumarga terlebih sampai saat ini dirinya belum juga hamil.
“Kalian harus secepatnya membereskan kedua anak itu, aku sudah tidak sabar memiliki rumah dan usaha ini. Bandot tua itu makin membuatku tidak betah, sekarang dia malah mau kawin lagi” katanya berbisik pada Udin sewaktu mereka berpapasan dibagian belakang toko.
“hehe tenang Tik, sebentar lagi beres koq, katanya si Bos ga sengaja bikin tu cewek hamil, kita juga gak maksud nambah saingan buat ente Tik, semuanya diluar rencana semula, maksud awalnya sih cuma senang-senang, ngambil hati si Bos” jawab Udin.
“Huuh, kalian para pria memang sama, gila perempuan. Pokoknya aku tidak mau ada saingan di rumah ini, termasuk juga tuh cewek” ketus Tatik sambil ngeloyor pergi kedepan. 
Udinpun mengikuti Tatik dari belakang dengan langkah seenaknya. Udin dan Tarjo selama ini memang telah menjadi kepercayaan Pak Sumarga, sebagai tukang pukul, sebagai kuli dan juga sebagai penghubung pada gadis-gadis desa yang lugu. Sebagai upah mengenalkan gadis-gadis desa, Udin dan Tarjo ditraktir bermain pelacur sepuasnya, malah Pak Sumarga menawarkan akan menikahkan Udin dan Tarjo dengan salah satu gadis desa, tapi Udin menolak tawaran itu, karena baginya lebih baik bermain dengan pelacur daripada menikah dengan gadis desa yang tidak dapat menjamin hidupnya yang memang pemalas dan pelaku kriminal. Udin malah lebih mengincar Viana atau Airin, karena lebih bisa menjamin masa depannya dan juga jauh lebih menggairahkan secara sexual daripada gadis-gadis desa yang kusam, hanya dia belum berani mengatakannya pada Pak Sumarga, masih menunggu saat yang tepat. Tinggallah Tarjo yang masih berkutat dengan pertimbangannya akan penawaran Pak Sumarga.
Dua hari kemudian Tarjo dipanggil kembali oleh Pak Sumarga sang boss di ruangannya.
“Gimana Jo, kamu sudah selidiki belum?” tanyanya.
“Sudah bos, ternyata masih lajang”
“Terus bagaimana, apa yang kamu pilih? Mau dinikahkan dengan Tarmini atau pilih yang lain atau pilih hadiah lain?” tanyanya lagi.

5 jagoan ((Tarjo, Warsa, Darsono, Kosim, dan Udin)
“Terus terang bos, sebenarnya saya punya pilihan lain, tapi sepertinya tidak akan terlaksana”
“Lho, kenapa bisa begitu?”
“percuma bos, orang tuanya tak akan setuju kalau nikah dengan saya”
“Lho, koq kamu sok tau begitu, bukannya orang tuanya Tarmini juga tak setuju? Apa bedanya”
“Ini lain bos, ada alesan lain yang lebih penting daripada alesan karena masalah pekerjaan saya dulu”
“Hmmmm, ya sudahlah jadi sekarang mau kamu bagaimana?” Pak Sumarga masih tidak menyadari maksud Tarjo yang membicarakan masalah Viana dan tentu dirinya sebagai orangtua gadis itu.
“Saya pilih dinikahkan saja bos, lagian umur saya sudah hampir kepala empat, masa belum nikah juga”
“hahaha baguslah kalau begitu Jo, masalah kepala empatmu itu ya salahmu sendiri kebanyakan kawin sama  main cewek sampai lupa nikah.”
“hehehe iya bos, makanya mumpung ada yang bayarin, aku pilih nikah saja, kan enak”
“ya  sudah, kamu nikah minggu depan saja, ajak cewek itu nikah, diusahain secepat mungkin ya Jo, aku juga minggu depan kan nikah juga, jadi waktu kerja tidak terbuang dan tetap efektif” sahut Pak Sumarga masih saja naluri bisnisnya keluar disaat-saat begitu.
“Koq digabung sih bos, saya belakangan saja, gak apa koq, jodoh kan tak akan lari dikejar”
“OO ga bisa! Soalnya toko akan diliburkan 3 hari, jadi kita harus pakai kesempatan itu buat nikah. Kalau nikahnya terpisah, pasti ditoko ini cuma tinggal si Udin sama aku yang kerja, sementara kamu pasti ambil cuti satu minggu, betul kan Jo?”
“hehehe si bos bisa aja, koq tau sih bos?”
“OO ya iya, tentu aku tau sifatmu, apalagi kalau lagi sama cewek”
Hari berikutnya bertambahlah kegemparan ditoko sembako itu karena Tarjo, sang tangan kiri bos sembako juga akan menikah dengan anak ketua RT dikampung sebelah dihari yang sama dengan pernikahan sang Bos.
“Bagaimana dengan kamu Din? Kamu mau hadiah atau mau dinikahkan juga?” kata Pak Sumarga disela-sela kesibukannya pada Udin sang tangan kanan.
“Saya masih bingung boss, takut ditolak sama ortunya”
“Yah, kamu ini bagaimana, mau dinikahin juga susah, yasudah bilang saja mau apapun pasti saya kasih, asal jangan minta uang banyak” kata Pak Sumarga masih tetap serakah.

“Weh bener nih bos, minta apapun dikabulkan?” tanya Udin dan dijawab dengan anggukan Pak Sumarga.
“bagaimana kalau saya minta dinikahkan sama anaknya si bos sendiri, non Viana” jawab Udin datar.
Untuk sementara Pak Sumarga diam, wajahnya yang kekuningan menjadi merah padam, betapapun ia akan menikahkan Udin, tapi tentu bukan dengan anaknya sendiri.
“Kurang ajar kamu Din!! Dikasih hati malah minta jantung! Kamu mana level dengan anakku, ngaca dulu dong, goblok!” makinya tak tertahankan.
“Lho, tadi katanya apapun yang saya minta pasti bos kabulkan, gimana sih bos, koq sekarang saya malah dimarah-marahi”
“Tapi bukan dengan Viana!!”
“Y asudah deh bagaimana kalau dengan Non Airin saja” kata Udin malah makin menjadi, dan membuat Pak Sumarga naik pitam.
“Sama saja guoblokkk!! Tidak bisa! Sudah, kamu kembali kerja! Jangan pikir lagi masalah hadiah! Tidak akan ada hadiah buat kamu Udin, dan sekali lagi kamu berpikir yang tidak-tidak terhadap Viana atau Airin, kamu akan saya pecat! Ngerti kamu!!!” Udinpun ngeloyor pergi dari hadapan Pak Sumarga sebelum bosnya itu bertambah marah.
Udin bersungut-sungut dalam hatinya “awas saja kamu bos, liat nanti malah anakmu yang kubuat memohon-mohon kawin dengan aku” .
Sebagai seorang pengusaha, Pak Sumarga selalu memegang teguh apa yang telah diucapkannya. Setelah memarahi Udin diapun merasa menyesal telah menjanjikan “apapun” pada Udin, dan bukan salah Udin kalau dia memilih anaknya. Diapun tahu kalau anaknya telah menjadi incaran para pemuda di desa itu, tapi dia baru sadar ternyata Udinpun menginginkan anaknya. Semalam suntuk Pak Sumarga tidak dapat memejamkan matanya.
“Sudah malam koq belum tidur Pak,  mikirin Sumirah terus ya?” tanya Tatik menyindir suaminya, namun hanya dibalas senyuman dari Pak Sumarga.
Berikutnya Tatik malah tertdur lebih dahulu. Otak Pak Sumarga sibuk memikirkan jalan keluar baginya agar tidak jadi bahan tertawaan para pembantu di tokonya, sebagai seorang bos yang ingkar janji. Beberapa jam kemudian sebersit ide terlintas dibenaknya, Pak Sumarga tersenyum senang akan ide briliannya. Barulah dia bisa tertidur dengan pulas, karena hatinya sudah merasa plong.

Pagi-pagi sekali kembali Pak Sumarga memanggil Udin ke kantornya di toko.
“Baiklah Din, semalaman saya sudah pikirkan masalah kamu kemarin. Rasanya tidak adil kalau saya membedakan kamu karena masalah ras. Baiklah, kamu saya izinkan mendekati Viana, tapi ingat selama Viana setuju, saya tidak akan melarang hubungan kalian, tapi kalau anakku itu tidak mau, kamu harus berhenti mengejarnya, jelas?!”
Bukan main senangnya Udin mendengar lampu hijau dari bosnya yang mengizinkan dia merayu putri sulungnya.
 “Wah, bener nih bos, waduh terima kasih banyak bos, siapa tau saya jadi mantu si bos. Hehehe” sahut Udin senang.
Pak Sumarga hanya tersenyum, namun hatinya juga ikut tertawa “hahaha anakku mana mau sama orang kayak elu Din, apalagi dia akan aku kenalkan pada anak temanku di kota, Via tidak akan memilih kamu…hahaha dasar orang udik bodoh, mana bisa memperistri anakku”. Pak Sumarga benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dalam rumahnya beberapa hari belakangan ini yang menyangkut putrinya bersama dengan kedua pembantunya itu.

#################################
Chapter 2

Gadis itu termenung sendiri di kamarnya. Kehidupan di rumah ini meskipun terlihat sibuk, namun tetap saja gadis itu merasa kesepian. Berbeda jauh dengan di Jakarta, selalu ada teman istimewa yang selalu siap menemaninya bermain-main. Viana sangat membutuhkan kehadiran seorang pria dalam hidupnya sekarang. Memang banyak pria-pria yang mendekatinya, di sekolahnya pun sekarang banyak dikunjungi para alumni pria yang tujuannya untuk berkenalan dengannya ataupun dengan Airin belum lagi teman-teman SMA nya yang berebut perhatian darinya. Di luar sekolah ada Supri tukang bakso tahu langganannya yang sering merayunya dengan bonus siomay, atau  Mas Burhan tukang becak yang selalu menawarkan becaknya meskipun sudah tau ada yang menjemput pulang sekolah, belum lagi pemuda-pemuda pengangguran tetangganya yang selalu nongkrong di depan tokonya sambil bermain gitar yang selalu menggodanya di kala lewat sendirian. Di dalam rumahpun ada Udin dan Tarjo yang selalu baik padanya, yang juga sudah membuatnya terlena dengan kata-kata cabul dan porno.  Bahkan mereka sudah menembaknya beberapa hari yang lalu dan lebih parah lagi mereka sudah melihat tubuhnya polos tanpa pakaian. Satu hal yang disayangkan dan hal itulah yang membuat kehancuran dalam hidupnya kelah, yaitu Viana telah memuaskan kedua pembantunya dengan sex oral dan handjob. Udin dan Tarjo telah berhasil memasukkan pengaruh percabulan dalam alam bawah sadar Viana. Di saat-saat seperti inilah pengaruh cabul itu muncul dalam pikiran Viana. Saat dia membutuhkan teman pria yang bisa menemani hari-harinya. Sebenarnya tak ada satupun yang dia suka dari para pemuda yang mendekatinya, dia lebih mengharapkan di desa itu ada pemuda chinesse yang mendekatinya karena tentu tak akan mendapat halangan dari papanya, berbeda kalau para pemuda pribumi itu yang mendekatinya, tentu dia yang akan kena marah papanya meskipun dari dirinya sendiri tak terlalu mempermasalahkan tentang ras terutama sejak kejadian dengan mantan pacarnya dulu. Namun berhubung di tempat itu jarang sekali keluarga yang satu ras, (kalaupun ada tentu anak-anaknya sekolah di kota besar) mulailah Viana menimbang-nimbang semua pemuda yang mendekatinya, celakanya hanya Udin dan Tarjo yang sudah menembaknya, sedangkan yang lainnya semua masih berusaha merebut perhatiannya. Sekali lagi pengaruh gendam Udin dan Tarjo menunjukkan keunggulannya. Tarjo menjadi pilihan utamanya sekarang, wajahnya tak bisa dibilang tampan, malah jauh dari tampan, namun cuma Tarjo yang masih lumayan dibanding yang lainnya. Telah beberapakali pula Viana memandang tubuh telanjang para pembantunya itu, tak terasa nafsunya perlahan-lahan bangkit membayangkan tubuh kekar kehitaman dengan penis 20cm yang tegak menantang di wajahnya. Namun lamunan itu sirna bahkan berakhir dengan kekecewaan yang terbayang di wajahnya yang putih dan tampak pada lingkaran kemerahan di sekitar matanya seperti menahan tangis. Betapa tidak, setelah sekian lama dia menimbang tentang siapa pria yang dipilihnya, sekarang pria yang telah dipilihnya malah akan menikahi wanita lain, Viana merasa rugi telah memuaskan Tarjo, apalagi telah membiarkannya memandangi tubuh telanjangnya sepuas hati.

Memang Jodoh itu Tuhan yang mengatur, kalau saja Tarjo tahu Viana memilihnya, tentu dia tidak akan memilih menikahi Tarmini sebagai hadiah dari Pak Sumarga, sebaliknya dia akan dengan senang hati memilih putri sang bos yang demikian cantiknya. Sementara sebagai wanita yang hanya bisa menunggu aksi dari pria, Viana pun hanya bisa menunggu aksi Tarjo melanjutkan tembakannya tempo hari atau menagih jawabannya. Hasilnya kekecewaan yang didapat Viana, dirinya merasa Tarjo telah mempermainkan perasaannya. Tinggal Udinlah satu-satunya pria yang telah menembaknya, terlintas juga pikiran untuk menerima sebagai kekasihnya, namun terlintas juga pikiran buruknya, tentu Udin juga sama dengan Tarjo, yang hanya ingin bermain-main dengannya. Viana sangat menyesal telah mengobral tubuhnya untuk orgasme para pembantunya itu. Kini musnahlah harapannya untuk mendapat pria idaman, namun  kenangan akan kejantanan tubuh seorang pria tidak dapat menghilang dari pikirannya yang telah terinfeksi oleh gendam cabul Udin dan Tarjo. Dalam pikirannya selalu terlintas tubuh hitam kekar seorang pria pribumi yang sedang menyetubuhinya berulang-ulang. Tapi juga terlintas bayangan papanya dengan wajah galak melarangnya dan akhirnya Viana tertidur kecapean memikirkan itu semua.

##############################
Chapter 3

Seminggu kemudian tibalah hari yang ditunggu, pernikahan Pak Sumarga dan Tarjo dilaksanakan di dua tempat yang berbeda karena pengantin wanita berasal dari dua kampung yang berbeda pula.
Akhirnya akad nikah pun dilaksanakan, dan resmilah Sumirah menjadi istri muda Pak Sumarga.
Hari itu tampak pesta pernikahan diadakan dikeluarga mempelai wanita sesuai tradisi mereka. Viana dan Airin tampil seperti dua bidadari chinesse yang amat berbeda dengan tamu-tamu yang lain. Mereka memakai gaun putih berdada rendah yang hanya tersangkut oleh tali tipis berwarna putih yang kebetulan seperti warna kulit mereka yang putih. Gaun itu tentunya yang hanya cocok untuk pesta-pesta gedung mewah di kota besar, namun apa daya, hanya gaun itu yang mereka punya dan merekapun sudah terbiasa memakainya utuk pesta. Kali ini Viana dan Airin canggung sekali di pesta itu yang mayoritas tamunya malah mengenakan batik kebaya, sungguh di luar perkiraan mereka sebelumnya, tapi apa mau dikata, pesta sudah mulai dan mereka harus bersikap anggun sebagai putri dari pengantin pria. Udin tampak selalu berada didekat Viana, Udinpun baru menyaksikan Viana mengenakan gaun seperti itu, baginya justru Viana ataupun Airin yang seperti memakai baju pengantin. Mata Udin tak lepas dari belahan dada Viana yang begitu putih menggairahkan, pas sekali dengan usianya yang sudah 18 tahun, yang bagi orang didesa itu sudah layak untuk dinikmati. Pemandangan di pagi hari itu agak berbeda dengan pemandangan waktu malam dimana tubuh Viana polos di depannya. Sinar terang dari matahari begitu mengekspose terangnya kulit putih Viana dan Airin. Ingin rasanya Udin mengelus kulit yang terlihat sangat lembut itu, meskipun kemarin-kemarin dia bahkan sudah merayapi seluruh permukaan kulit Viana, namun kali ini tetap terlihat sekali perbedaannya. Seperti kebiasaan orang-orang desa yang masih mengutamakan kekeluargaan, hampir seluruh penduduk desa diundang ke acara pernikahan itu, tentunya diantara para undangan terdapat pula teman-teman sekolah Viana, mas Burhan, mas Supri, dan para pemuda lainnya yang berlomba mendekati Viana. Sepasang pengantin yang berada di pelaminan justru tidak terlalu menjadi perhatian para tamu yang hadir, justru Viana dan Airinlah yang menjadi pusat perhatian mereka, tapi meskipun begitu upacara pernikahan tetap berjalan seperti seharusnya. Sapaan demi sapaan terus berdatangan pada Viana dan Airin, mulai dari yang sopan sampai yang kurang ajar, semua itu tidak mereka tanggapi. Untuk mengalihkan perhatian para tamu, terutama para pemudanya yang mulai bermata nakal, Viana sengaja berdekat-dekatan dengan Udin seakan mencari perlindungan dari pembantunya itu. Tentu saja Udin yang sudah mendapat angin dari Pak Sumarga merasa di atas angin, dan dengan bangganya juga berani menggandeng pundak telanjang Viana di hadapan para tamu. Viana tentu merasa risih dengan ulah Udin, segera saja dia menepis tangan Udin, namun tetap tidak mau terpisah dengan pembantunya itu.

Untuk beberapa waktu Viana aman dengan adanya Udin disampingnya, tinggallah Airin yang kelimpungan ditinggal sendiri oleh cicinya. Waktu makan pun dikerumuni para pemuda dan digoda habis-habisan, untunglah Tatik mendekatinya sehingga para pemuda itu otomatis bubar. Pesta berlangsung meriah sampai sore hari, setelah semua tamu bubar tinggallah keluarga kedua mempelai termasuk Viana , Airin dan juga Udin.
“Wah-wah wah, ternyata kamu punya anak gadis yang cantik sekali ya…” kata Pak Hasan, orang tua Sumirah ketika melihat Viana dan Airin.
“eh, hmm iya pak, mereka anak-anakku dari istriku yang pertama”
“hmmm gitu toh, boleh juga tuh anakmu, sepertinya sudah waktunya dinikahkan juga tuh” kata Pak Hasan demi melihat Viana yang selalu bersama Udin, dikiranya Udin adalah pacar Viana.
“hehehe masih lama pak, kedua anakku belum punya calon koq” kata Pak Sumarga, matanya mendelik ke arah Udin agar sedikit menjauh dari Viana.
Tapi Udin malah bergeser duduknya mendekati Viana.
“Wah, kebetulan kalau gitu, keponakan bapak juga sudah cukup waktunya buat nikah, bagaimana kalau kita jodohkan saja anakmu dengan ponakan bapak, Bagaimana?”
Giliran Viana yang merah padam wajahnya, tapi tidak dapat berkata apa-apa.
“ooo, kalau saya sih terserah anaknya, tapi anak saya ini masih sekolah, bagaimana kalau tunggu sampai sekolahnya selesai baru kita bicarakan lagi” kata Pak Sumarga menolak secara halus.
“ooo iya juga, masih sekolah ternyata, iya nanti malah mengganggu sekolahnya, kasian juga ya, apalagi kalau sudah hamil, repot juga tuh, iya setuju, nanti saja dah” tukas Pak Hasan.
Bergidik juga Viana mendengar kata hamil, sementara Airin tersenyum-senyum menggoda cicinya yang juga tengah melotot ke arahnya. Dua jam lamanya mereka mengobrol dengan hangatnya sebelum Tatik pamit untuk pulang karena tidak mau mengganggu malam pertama suaminya.Viana, Airin dan Udinpun ikut pulang karena dirumah Sumirah tidak ada tempat untuk menampung mereka semua. Apalagi mereka juga harus menghadiri resepsi pernikahan Tarjo di desa tetangga. Meskipun merestui pernikahan suaminya, Tatik tetap tidak mengizinkan Sumirah tinggal bersama mereka, sehingga Sumirah tetap tinggal bersama kedua orangtuanya, namun secara bergilir Pak Sumarga mengunjunginya. Usia Sumirah hanya berbeda tiga tahun dengan Viana, alias 21tahun, namun tubuhnya begitu sintal dengan kulit kecoklatan. Sebenarnya Sumirah sudah memiliki kekasih, tapi karena kekasihnya seorang pemuda pengangguran tanpa masa depan sehingga bujuk rayu Pak Sumarga dengan iming-iming sejumlah uang membuat Sumirah menyerahkan tubuhnya pada Pak Sumarga sampai akhirnya Sumirah hamil, maka terpaksalah Pak Sumarga menikahinya. Jadi begitulah sekarang Pak Sumarga harus membagi jatah waktu di rumahnya dan di rumah istri barunya secara adil. Keadaan itu membuat Viana menjadi semakin dalam terperangkap dalam jerat Udin dan Tarjo.

#############################
Chapter 4

Viana sebenarnya enggan menghadiri pernikahan Tarjo di desa sebelah karena beberapa alasan, pertama Via malas bertemu dengan pria yang sudah dianggap mempermainkan perasaannya, kedua Viana merasa risih diperhatikan para tamu undangan seperti tadi siang, apalagi karena bajunya yang terlalu mewah , ketiga Viana tidak mau menghadiri pernikahan Tarjo hanya dengan adiknya, sementara papanya malah tengah bersenang-senang dengan istri mudanya. Ketiga alasan itu tampak percuma saja karena Tatik dan Udin yang menjadi sopir mobilnya malah berkeras akan ke pernikahan Tarjo. Jadi mau tidak mau, Viana dan Airin harus ikut bersama ibu tiri dan Udin. Airin tertidur dalam perjalanan itu, Vianapun tampak enggan berbicara sehingga dia menutup matanya berharap dapat tertidur seperti Airin, dan juga karena malas melihat Tatik yang duduk di depan disamping Udin. Tatik mengira kedua anak tirinya telah tertidur, merasa bebas berbicara dengan Udin, Namun Udin sebagai sopir selalu memperhatikan Viana dari balik kaca spion, dan tahu juga dari gerakgerik Viana bahwa gadis ini belum tidur.
“Sekarang, setelah bapaknya tidak di rumah, apa rencanamu Din?” tanya Tatik sambil kepalanya menoleh ke belakang memastikan Viana benar-benar tertidur.
Udin agak gelagapan juga ditanya begitu, namun otaknya yang culas seakan menemukan jalan terbentang di hadapannya.
“Apa maksudmu mbak?”
“ya apalagi kalau bukan kedua anak tiriku ini, apa kamu sudah berhasil dengan rencanamu itu?”
“Walah, koq kamu tau sih mbak? Pasti si bos yang bilang ya…..? Aku sih sejujurnya berminat sama non Via itu, kalau saja dia mau jadi istriku mbak, pasti bahagia sekali rasanya, tapi apa daya, aku cuma sebagai pembantu, mana mau non Via nikah sama aku, si Tarjo saja nyerah mbak, sampai dia mau nikah sama cewek lain” kata Udin panjang lebar sambil agak mengeraskan suaranya.
Tatik agak berkerut mendengar jawaban yang tidak seharusnya, tapi wanita ini cukup cerdik waktu melihat kedipan mata Udin. Tatik melirik pada Viana yang masih menutup matanya, lalu dia tersenyum kecil, mulai mengerti permainan Udin.
“Oo iya yah Din, mana mau anakku ini sama kamu hihii… Aku juga Ibu tirinya tirinya merasa aneh, koq suamiku itu malah ngizinin kamu merayu anaknya ini, padahal kalau aku pribadi gak bakal ngizinin anakku pacaran sama orang macem kamu Din” Kata Tatik dengan cerdiknya merangkai kata agar terdengar Viana.
“Yah itulah mbak, nasibnya jadi orang kecil, cewek jarang ada yang mau, padahal bapaknya malah sudah merestui lho kalau aku pacaran dengan anaknya”
“Lho, kapan bapak bilang sama kamu Din?”
“Itu lho mbak, waktu bos memberi Tarjo hadiah, dia juga menawarkan akan nikahkan aku sama gadis desa ini, tapi aku tetep gak mau mbak, karena aku cinta mati sama non Viana”
“Wah, beruntung kamu Din kalau bisa dapetin Viana”
“Jangan keras-keras mbak, nanti kalau Non Via bangun, malah jadi marah sama aku, bisa gawat nanti. Gak apalah kalau non Via gak mau sama aku, aku akan bawa cinta ini sampai mati, tapi mbak harus bisa jaga rahasiaku ini lho mbak, jangan sampai non Via tau, bisa malu aku…” kata Udin dengan suara mengecil dengan cerdiknya supaya tidak terdengan berlebihan di telinga Viana.

Viana dari awal mendengar percakapan itu sungguh merasa seperti terbang di langit, betapa Udin yang memujanya seperti itu, dan juga Tatik ternyata bukan ibu tiri yang selama ini dia bayangkan. Viana merasa sangat tersanjung mendengar cerita mereka, namun andai saja dia berani membuka matanya, akan tampak Udin dan Tatik saling mengedipkan mata. Hilanglah sudah keraguan di hati Viana akan kata-kata Udin yang pernah menembaknya beberapa hari lalu. Ternyata Udin berbeda dengan Tarjo, Viana merasa Udin benar-benar tulus mencintainya, lebih plong lagi mendengar bahwa papanya sendiri sudah mengizinkan Udin jadi kekasihnya, itulah surprise terbesar dalam hidupnya meskipun papanya tidak secara langsung bicara padanya, Viana merasa Udin tak mungkin bohong karena mengira dia tidur dan tak mendengar semua pembicaraan mereka. Tatik tersenyum melihat telinga Viana menjadi merah, dia mengacungkan jempolnya pada Udin. Udin pun tersenyum penuh kemenangan melihat reaksi anak bosnya di kaca spion.  Satu jam kemudian sampailah mereka di tempat resepsi Tarjo, pesta itu tidak semewah pernikahan Pak Sumarga, tapi berlangsung penuh kekeluargaan, tidak seperti pernikahan Pak Sumarga yang mewah tapi miskin suasana kekeluargaan, mungkin karena perbedaan budaya yang menyebabkan keengganan kedua belah pihak untuk saling berinteraksi. Bagi Viana tetap saja pesta itu memojokkan dirinya dan Airin, bahkan disini lebih parah lagi kejadiannya, karena ada seorang pemuda kampung telah berani mencolek dada Airin hingga membuat adiknya menangis, hingga terpaksa Tatik mengajak Udin untuk langsung pulang setelah bersalaman dengan Tarjo.
“Selamat ya mang” begitu sepatah kata dari Viana begitu menyalami Tarjo
“Iya, terima kasih non mau datang kesini. Eh, jangan panggil mang lagi ah, aku kan belum 40 tahun, panggil mas aja ya non, kan baru nikah nih”
Viana mengangguk tersenyum kecil menahan kekecewaan hatinya “Iya deh mas, selamat ya”
“Nah lho, berarti ke aku juga jangan panggil mang, mas aja ya biar lebih akrab gitu” celetuk Udin yang menunggu antri salaman di belakang Viana.
Viana mendelik “Ihhh maunya…yeee” sambil tertawa kecil, sambil menggandeng adiknya yang salaman terlebih dulu dengan mata sembab akibat insiden colekan tadi.
“Cici di depan ah..” kata Airin karena melihat di depannya ada pemuda yang tadi mencoleknya bersama dengan para pemuda lainnya.

 Viana pun agak ngeri melihatnya, jadi dia sengaja menunggu Udin bersalaman dengan Tarjo di belakangnya. Udin seakan tau masalah nona majikannya, dengan beraninya menggandeng bahu Viana seakan mereka sedang pacaran, padahal dipesta sebelumnya Viana sudah menolak tangan itu. Tapi kali ini Viana membiarkan tangan kekar Udin memegang bahunya, entah karena ketakutan melihat kumpulan pemuda kurang ajar tadi atau memang sengaja membiarkan Udin berbuat demikian. Airin pun memandang aneh pada cicinya yang mau saja dipeluk oleh pembantunya seperti itu, tapi dia tidak berpikir panjang, keinginannya adalah untuk secepatnya pergi dari situ. Terdengar suitan waktu mereka melewati kumpulan pemuda tadi, tapi mereka tidak lagi berani mengganggu Airin, entah kenapa. Mereka berempat kembali dalam perjalanan pulang, kali ini benar-benar pulang ke rumah Viana. Kali ini pula Viana dan Airin benar-benar tertidur dalam keadaan lelah. Udin mengedipkan mata dan Tatik tersenyum penuh arti. Rupanya Tatik telah mengetahui keadaan yang terjadi pada anak tirinya, segera saja  dia melapor perkembangan keadaan Pak Sumarga pada Kosim kakaknya yang masih di Jakarta. Dari Kosimlah Tatik mendapat kabar bahwa memang rencana Kosim untuk mengorbankan kedua putri Pak Sumarga pada Udin dan Tarjo sehingga Tatik tidak mendapat saingan dalam mengambil sisa-sisa kekayaan Pak Sumarga. Sayang sekali Tarjo malah memilih menikah dengan gadis lain. Dalam keluarga Chinesse, seorang anak gadis harus ikut suaminya dan memang tidak berhak mendapat warisan kecuali kalau memang diberikan oleh orangtuanya secara sukarela atau karena tidak ada anak lain yang lebih berhak. Keadaan inilah rupanya yang akan dimanfaatkan Kosim untuk membalas perlakuan Pak Sumarga padanya dahulu. Tentu saja Tatik sangat mendukung rencana kakaknya itu, maka dia sengaja membiarkan Viana dalam kekuasaan teman-teman kakaknya. 

###############################
Chapter 5

Jam 8 malam ketika mereka berempat sampai di rumah yang lebih tepat dibilang toko. Kantuk Viana segera saja hilang, digantikan oleh rasa tidak nyaman akibat keringat yang keluar sepanjang hari tadi, ditambah lagi dalam mobil tadi penuh dengan aroma bau badan Tatik dan Udin, untunglah mobil mereka ber AC sehingga bau itu menjadi agak tawar. Mereka semua masuk dalam kamarnya masing-masing. Segera saja Viana dan Airin mandi membersihkan sisa kotoran dan make up yang menempel pada tubuhnya. Kedua kamar kakak beradik itu letaknya berhadapan dipisahkan oleh ruang keluarga berukuran 5x4 m. Sebagai gadis belia, keduanya mempunyai privasi sendiri-sendiri sehingga keduanya sepakat untuk tidak memasuki kamar tanpa seizin yang punya kamar, disamping itu pintu kamar mereka terbuat dari kayu jati yang terkenal kuat dan tebal membuat kedua gadis itu merasa nyaman dalam kamar masing-masing. Viana masih mengenakan baju daleman dari gaun yang dipakainya tadi. Ia merasa enggan mengganti baju daleman yang terbuat dari kain sutra pilihan itu. Yang penting gaun luarnya sudah dilepas barulah ia merasa nyaman dari rasa panas. Baju dalem berwarna putih bening itu memang pas sekali kalau untuk tidur, hamper mirip daster, namun lebih ketat dan lebih mewah tentunya. Kulitnya yang putih menjadi agak kekuningan diterpa cahaya lampu neon dikamarnya.  Saat itu ia masih bersantai sambil merebahkan badan di kasurnya. Ia ingin keluar dari kamar itu tapi malu juga kalau membiarkan dirinya dicolakcolek Udin, rasanya gengsi juga.  Tubuh Viana terkapar diatas ranjang angin semilir dari jendela yang sedikit terbuka menelusuri kedua kaki Viana sampai ke selangkangannya, terasa sejuklah seluruh tubuhnya.  Setelah mandi air hangat, hilanglah rasa lelahnya akibat kegiatan hari itu yang lumayan padat. Rasa nyaman yang dirasakan tubuhnya kembali membuat Viana merasa sendiri, apalagi papanya tidak dirumah, sedangkan Airin tentu sudah tertidur dikamarnya tanpa mau diganggu. Disaat-saat seperti itulah pengaruh gendam cabul dari Udin dan Tarjo bekerja. Pikiran Viana membayangkan Tarjo, pria yang dianggap telah mempermainkan perasaannya itu tentu sedang bersenang-senang menikmati malam pengantinnya, ada rasa panas dalam dadanya akibat cemburu. Cemburu? Pikirnya, sedetik kemudian pikiran itu hilang kembali mengingat Tarjo adalah jongos papanya, tentu dia tidak pantas untuk merasa cemburu. Hanya tinggal Udin yang tertinggal dalam benaknya. Terngiang kembali kata-kata Udin dalam mobil tadi siang sewaktu dirinya pura-pura tidur.Tiba-tiba terdengar bunyi SMS masuk dari HP Viana, dengan malas Viana membaca isi sms itu, ternyata dari Udin. Ada rasa bangga dalam hatinya, ternyata Udin benar-benar mencintainya, tidak seperti yang dia kira sebelumnya. Sebelumnya dia mengira Udin seperti pria lain yang hanya menginginkan tubuhnya, Viana menyesali kekeliruannya selama ini. Pandangan cabul yang selama ini selalu terpancar dari mata Udin kini mulai dirasakan Viana sebagai pernyataan cinta. Kata-kata cabul yang pernah dikeluarkan pembantunya itu pun terngiang-ngiang kembali dalam sanubarinya dan dirasakannya sebagai kata-kata cinta yang begitu menginginkannya.

Viana seperti juga gadis normal seumurnya tentu menginginkan cinta dalam hidupnya, setelah dia mengalami kegagalan waktu pacaran di Jakarta dulu. Viana tidak lagi peduli meskipun di desa itu hanya ada para pemuda kampung yang dulu selalu dijauhinya karena merasa tidak level bergul dengan mereka, tapi kenyataan sekarang dia tidak punya pilihan lain karena sejauh mata memandang yang ada hanya pemuda-pemuda kampung. Sudah hampir setahun Viana tinggal di desa itu, dan lama kelamaan dirinya mulai tertarik dengan fisik para pemuda kampung yang rata-rata hitam, kekar dan berotot, namun ketertarikannya itu dibatasi oleh sikap papanya yang selalu menentangnya jika ketahuan berhubungan dengan mereka. Karena itulah Viana rela berhubungan dengan Udin dan Tarjo, sampai rela pula telanjang bulat di depan mereka dan membuat kedua pembantunya mengalami klimaks meskipun hanya dengan tangan dan lidahnya. Viana samasekali tidak menyadari semua itu karena ulah kedua pembantunya juga yang selalu menanamkan gendam cabul dalam pikirannya sejak awal mereka bekerja, malah gadis sipit itu menjadi terobsesi pada penis kedua pembantunya yang memang jantan dan perkasa itu. Udin dan Tarjo pada awalnya memang hanya ingin mempermainkan putri bosnya karena permintaan dendam dari Kosim, yang terhitung teman atau kakak seperguruan mereka, namun melihat kemajuan usaha Pak Sumarga, mereka semakin berniat buruk, selain menghancurkan nama baik Viana sekaligus menaklukkannya juga ingin merampas usaha keluarga mereka. Viana tidak dapat membayangkan tubuh pria lain selain Udin dan Tarjo yang memang pernah dilihatnya telanjang, jadi ketika pikiran cabul itu datang, tentu tubuh kekar kehitaman milik Udin yang menghantui otaknya. Dia berusaha membuang bayangan Tarjo, karena tidak ingin membayangkan pria yang sudah menikah. Begitu juga malam itu Viana begitu resah membayangkan keperkasaan Udin ketika membuatnya orgasme untuk pertama kalinya meskipun tanpa adanya hubungan badan diantara mereka. Viana merasa celana dalamnya menjadi  lembab hingga terasa agak basah. Pikiran Viana sibuk membayangkan bagaimana dia akan menjawab tembakan Udin beberapa hari yang lalu, dia merasa gengsi juga, namun senang karena menurut Udin, papanya telah menyetujui kalau Udin mendekatinya, ini berarti lampu hijau juga untuknya. Viana saat itu masih belum mengerti tujuan Pak Sumarga mengizinkan pembantunya mendekati putrinya sendiri, tapi Viana tidak mau berpikir terlalu jauh, yang penting sekarang Viana merasa bebas menentukan pilihan hatinya. Dan rasanya Viana sekarang telah memilih Udin sang jongos untuk menjadi kekasihnya, tapi dia masih bingung bagaimana cara menyampaikan pada Udin karena dia merasa gengsi juga apalagi kalau teman-temannya di Jakarta mengetahuinya, tentu dia akan malu sekali.

“Hmmm duhh koq keluar lagi sih ni cairan” gumam Viana.
Gadis berkulit terang itu sengaja membuka celana dalamnya sambil tetap posisi di ranjang, lalu melempar celana dalam itu ke sudut ruangan, angin sepoi-sepoipun kembali menghantam pahanya, kali ini menyapu vaginanya yang sengaja dengan maksud supaya kering. Tubuh belianya ternyata memang membutuhkan sentuhan pria, cairan yang keluar itu menjadi saksi seolah menyatakan bahwa tubuh mulus itu ingin segera disetubuhi. Bayangan akan tatapan cabul pada setiap lekuk tubuhnya justru membuat cairan vagina Viana tambah banyak. Sama halnya dengan Udin yang kini sedang berada di dalam gudang tempat kamarnya berada. Setelah mandi dia merasa gairahnya kembali meletup-letup, betapa seharian ini dia bersama dengan Viana yang terbalut gaun yang serba terbuka, memperlihatkan kulit tubuhnya yang bagi Udin sangat mewah itu. Sejak di resepsi Pak Sumarga, mata liar Udin selalu berusaha menelanjangi tubuh mulus Viana dan Airin, meskipun dia sudah melihat tubuh polos Viana, namun tetap saja keinginan melihat lagi tubuh itu datang tiap saat. Udin begitu bernafsu terhadap putri bosnya itu, terutama setelah mendengar Pak Sumarga memberi lampu hijau untuknya. Udin yang cukup cerdik memang agak curiga dengan “lampu hijau” nya Pak Sumarga, maka dari itu sebelum semuanya berubah, dia harus cepat mengambil tindakan untuk segera menaklukkan Viana dengan atau tanpa paksaan. Tubuh putih mulus putri bosnya itu terbayang terus di pelupuk matanya yang cabul dan membuat penisnya berkedut kencang dan membesar. Timbul niat Udin untuk meminta Viana datang lagi kegudang. Udin mulai aksinya dengan mengirim SMS yang isinya mengajak lagi Viana ke kamarnya. Tak lama kemudian Viana membalasnya.
“Gak mau ah, mang, Via mau istirahat, kalau mau juga Mang Udin kesini pijitin Via”
Bukan main senangnya Udin membaca SMS dari nona majikannya itu.
“Lho, koq non masih bilang mang? Tadi siang kan non setuju panggil mas biar mesra gitu”
Di dalam kamarnya tampak Viana tersipu membaca sms balasan Udin itu, rasanya janggal sekali melakukan panggilan yang tidak pernah dia ucapkan sebelumnya. Tapi keadaannya saat itu yang sedang dilanda gairah birahi, tentu saja semua sms dari Udin ditanggapinya dengan hati yang berdesir.
“udah deh, kesini aja pijit Via sekarang ya, tapi masuknya lewat jendela aja biar gak ada yang tau” Viana merasa risih sekali kalau ada yang melihat Udin masuk ke kamarnya, jadi melihat jendela kamarnya yang sengaja dibuka, ia segera mendapat ide cemerlang.

Kamar Viana terletak di lantai dua dan kebetulan tepat di atas gudang tempat kamar Udin. Jendela kamar Viana sebetulnya menghadap tembok rumah tetangga hanya dibatasi oleh celah ruang kosong sepanjang 1 meter yang gunanya untuk menerangi gudang agar tidak berbau dan tidak lembab. Udin pun dengan cekatan memanjat dinding dari arah gudang, berbekal kemampuannya sebagai bekas pencuri kampung akhirnya Udin berhasil mencapai jendela kamar Viana yang setengah terbuka, namun cukup untuknya dapat masuk ke kamar anak gadis bosnya itu. Menyadari Udin akan datang ke kamarnya, Viana segera memakai kembali celana dalamnya, dia tidak mau Udin mengetahui keadaannya barusan yang asyik berfantasi dengan pembantunya itu, tapi dia masih mengenakan baju sutra halus yang merupakan baju dalam dari gaun yang dipakainya tadi siang. Melihat Udin telah masuk kamar melalui jendela, jantung Viana berdebar kencang, baru kali ini dia berani memasukkan seorang laki-laki dalam kamarnya. Segera Viana berdiri di samping meja belajarnya. Udin menyeringai mesum pada Viana. Vianapun balas tersenyum pada Udin.
“mang, tolong pijit punggung Via ya, seharian ini pegal baget” kata Viana. Udin sebenarnya mengerti Viana hanya pura-pura minta dipijat, tapi diapun menuruti keinginan Viana.
“boleh non, tapi kan syaratnya kudu ganti panggilan tadi, ayo panggil mas, jangan malu-malu gitu ah” kata Udin sambil mencolek pantat Viana yang berjalan di depannya.
Viana otomatis berbalik, tapi wajahnya tidak menunjukkan kemarahan, malah tersenyum manja.
“ehh maunya tuh! .. pijat dulu, baru dipanggil mas.. hehehe” Viana langsung telungkup di atas ranjangnya.
Tanpa diperintah dua kali Udin langsung naik ke ranjang Viana yang berseprai putih, tangannya mulai bekerja meraba pundak halus Viana, lalu pelan-pelan memijatnya sampai ke punggung. Matanya menatap liar menelusuri sekujur tubuh Viana yang hanya dibatasi oleh selapis pakaian dalam sutra mahal yang dikaitkan kelehernya oleh seutas tali tipis.
“hehehe non Via kangen ya sama dipijat sama mas” seringai Udin sambil tak hentinya menahan liur melihat keindahan tubuh Viana. Tapi Viana tak menjawabnya. Lima menit kemudian Viana tiba-tiba membalikkan tubuhnya menjadi posisi telentang, wajahnya kini berhadapan langsung dengan wajah Udin yang agak kaget karena tadi sedang asyik-asyiknya menikmati kehalusan kulit pundak Viana yang terbuka.
“Papa pernah bilang apa tentang Via?” tanya Viana, matanya menatap Udin.
Udin cepat mengerti, pertanyaan itu tentu karena pembicaraannya dengan Tatik tadi siang yang sengaja supaya didengar Viana.

“Sebenernya papa non minta supaya mas ngawinin Via” jawab Udin
“Terus mas jawab apa sama papa? Kenapa papa bisa sampai bilang gitu?”
“Ya, mungkin papa non sudah kepingin punya cucu, lagian non Via kan sudah bisa dikawini” jawab Udin seenaknya.
“Terus mas jawab apa?” tanya Viana makin tak sabar
“aku sih mau non, justru mas udah ngebet sama non Via dari dulu, Cuma tinggal non Via nya aja, mau ga kawin sama mas?”
Kalau saja posisi Viana tidak sedang telentang, tentu dia sudah membuang mukanya karena malu ditanya seperti itu oleh pembantunya sendiri, tapi posisinya mengharuskan Viana memperlihatkan ekspresi wajahnya yang merah, bukan karena marah, tapi malu dan hatinya berdebar kencang. Udin maklum reaksi seorang gadis seperti itu artinya setuju. Perlahan Udin mendekatkan wajah mesumnya ke wajah Viana yang putih oriental, lalu bibirnya mulai menciumi bibir Viana dengan lembutnya tanpa perlawanan dari Viana, malah Vianapun membalas ciuman itu dengan mesranya.
“Gimana non? Mau kan dikawin sama mas?” bisik Udin ditelinga Viana sambil terus menciumi leher gadis itu.
“ehhh hmmmmmm, memangnya mas mau kapan?”
“non maunya kapan?” Udin balas bertanya.
“ehhmm, abis Via lulus aja, gak lama lagi, gimana?” jawab Via
“mungkin maksud Via nikah ya, wah kalau mas diajak nikah sih kapan juga mau, maksudnya kawin tadi tuh ngentot, ngerti  ga kamu Via?” jawab Udin sambil menyeringai mesum di depan wajah Viana.
“Idiih mas, Via kirain resepsi, tapi mas benerkan mau nikahin Via?”
“ya pasti mauu dong Via, kalau sudah nikah kan kita bisa ngewe tiap hari, gak usah sembunyi-sembunyi kayak sekarang, tapi gak apa-apa gitu Via nikah sama mas, kita kan beda keturunan, terus mas ini kan hitam, jelek, gak kayak Via, udah cantik, putih, muluss lagi”
“Ya gak apa-apa mas, yang penting masnya serius dan papa juga setuju, Via mah suka-suka aja dikawinin…eh di nikahin sama mas Udin” jawab Viana polos tersipu.
Udin yang tadinya hanya mau “kawin” merasa senang bukan main bakal mendapatkan istri anak bosnya sendiri yang tentu saja hidupnya akan sangat terjamin tanpa dia harus bekerja keras.
“kawinnya sekarang aja yu non” ajak Udin
“Koq mas masih panggil non sih? Panggil Via aja” jawab Viana sambil membiarkan saja tangan Udin merengkuhnya sampai posisinya menjadi duduk.

Matanya memperhatikan Udin yang sedang membuka baju dan celananya hingga tersisa hanya celana dalam, Tubuh hitam Udin terlihat kekar dan tampak jantan sekali bagi Viana. Dirinya duduk di tengah-tengah ranjang memperhatikan tubuh pembantunya yang sedang mendekatinya. Jari-jari tangan Udin yang kasar membelai rambut Viana dari belakang. Udin mulai menciumi kulit leher Viana sampai ke daerah kuping. Tentu saja Viana merasa geli, tapi dia menahannya bahkan birahinya malah naik. Setelah puas menciumi wajah dan leher Viana, Udin mulai menurunkan tali penyangga dari bahu Viana hingga melorot sampai ke pinggang, dan tampaklah kulit mulai dari bahu, dada dan perut yang sangat putih. Udin semakin bernafsu melihatnya, Lidahnya menjilati kulit tubuh Viana itu dan menciuminya sementara tangannya melepas bra gadis itu hingga terlihatlah payudara Viana yang juga sangat putih dengan putting mencuat kemerahan. Memang ukuran payudara Viana tak terlalu besar, namun sangat proporsional dengan bentuk tubuhnya.  Viana yang memang sedang dilanda birahi, membiarkan saja ketika mulut Udin dengan bibir tebalnya mencaplok payudaranya dengan buas. Lidah Udin bermain-main di putting Viana dengan gerakan memutar-mutar, sesekali menyedotnya. Viana makin hilang kendali diperlakukan seperti itu, tangannya memeluk punggung Udin. Puas mempermainkan tubuh bagian atas Viana, Udin melanjutkan pekerjaannya yang tertunda yaitu melepas baju dalam Viana yang cuma selapis itu, sekalian dengan celana dalam Viana. Kini poloslah tubuh Viana tanpa sehelai benangpun yang menempel pada tubuhnya dihadapan Udin. Udin ternganga melihat tubuh gadis di hadapannya, sungguh putih sekali, berbeda dengan yang dilihatnya sewaktu mereka didalam gudang yang hanya fiterangi oleh cahaya lampu kuning. Sekarang dalam kamar Viana yang diterangi lampu neon tampaklah tubuh Viana begitu indah, putih mulus menggairahkan siapapun pria yang melihatnya. Dilihat seperti itu Viana merasa bangga sekali dengan tubuhnya, ia merasa bangga bisa memuaskan “calon suami” di hadapannya itu.
“kenapa melihat seperti itu mas?”
“Via, kamu cantik sekali kalau polos seperti ini, badan kamu putih sekali Via, mas belum pernah liat badan gadis seperti ini”
“Mas suka?”
“Suka sekali non, eh Via. Ayo, sekarang kamu baring dulu aja, kakinya agak dibuka ya, mas mau periksa memek kamu.”
Viana yang diam-diam menyukai pemuda pribumi seperti Udin, tak menolak kata-kata Udin tadi, langsung saja melakukannya.

Vagina Viana terlihat kemerahan dengan bulu-bulu halus di sekitarnya yang tertata rapi dan masih dalam keadaan tertutup. Tangan Udin membuka vagina Via perlahan-lahan, terlihat genangan cairan di sekitar kulit penutupnya.
“Wah, koq sudah basah begini ? Via sudah kepingin ya..”goda Udin sambil menjilati lender yang membasahi vagina Via.
“Aduhh mas, enakkk…” rintih Viana.
“Tuh kan non, enak.., kakinya buka lebih lebar lagi ya”
Tangan kasar Udin membuka kedua kaki Viana lebih lebar, lidahnya terus menjilati permukaan Vagina Via, sesekali lidah itu masuk ke dalamnya tapi belum bisa terlalu dalam.
10 menit Udin mengerjai vagina Viana membuat gadis itu orgasme kala lidah Udin menyapu bagisn dalam vaginanya, Via tak kuat lagi menahan gelora birahinya, dengan rinihan panjang gadis itu melepas orgasmenya. Kali ini giliran Viana memainkan penis  Udin yang sudah bugil. Penis itu sudah tegak sepenuhnya. Udin berdiri di hadapan Viana yang bersimpuh dengan wajah di depan penis Udin yang sedang ereksi total. Viana pun semakin jelas melihat penis Udin dibandingkan dengan waktu dalam gudang. Cahaya terang lampu neon seolah memperlihatkan detail alat kelamin pria yang sebentar lagi akan mengawininya itu. Viana kagum juga dalam hatinya, penis Udin yang tegak 20 cm itu terlihat sangat besar, hampir sepanjang wajahnya. Via mulai memasukkan penis itu dalam mulutnya. Udin memejamkan matanya, tak kuat melihat tubuh putri bos di depannya yang sedang bersimpuh mengulum ujung penisnya sambil sesekali mengocoknya pelan. Namun efek dari kocokan tangan Viana yang halus itu sungguh luar biasa dirasakan Udin, tak pernah ada pelacur yang disetubuhinya memiliki kehalusan dan kelembutan seperti kulit Viana. Sepuluh menit kemudian, Udin merebahkan tubuh Viana di ranjangnya.
“Via, belum pernahkan ada kontol yang masuk?”
Viana menggeleng, memang selama ini belum pernah ada yang menyetubuhinya. Keperawanannya hilang juga karena permainan tangan pacarnya dulu.
“mau dicoba ya, sekarang”
Tanpa menjawab, Viana merenggangkan kedua pahanya, berarti gadis itu telah siap menyerahkan tubuhnya pada Udin. Udin bersiap memasukkan penisnya yang keras seperti besi, daritadi dia disuguhi pemandangan tubuh polos seorang gadis, tentu saja penisnya yang sudah terlatih itu tegak terus, apalagi sekarang melihat Viana membuka kedua pahanya yang amat putih hingga ke pangkalnya, dan terlihatlah vagina yang kemerahan itu telah siap menanti penisnya.

 Tangan Udin membimbing penisnya sendiri menjejali vagina Via, tapi gagal, penis itu meleset kepaha Via, sentuhan kepala penisnya dengan kulit halus paha Via membuat sensasi tersendiri, membuat penis itu semakin tegang. Tusukan kedua agaknya berhasil membuat kepala penis itu masuk menyeruak vagina. Viana memejamkan mata sipitnya, tampak menikmati sekali malam pertamanya bersama Udin itu, ingin rasanya memuaskan pria di atas tubuhnya yang dikira nantinya bakal menjadi suami. Vaginanya pun menjadi semakin basah, dan itu malah memudahkan penis Udin memasukinya. Pelan-pelan kepala penis Udin masuk menembus kesempitan celah kemaluan gadis yang sudah pasrah itu. Kerasnya batang penis itu amat dirasakan oleh Via, betapa vaginanya kini mulai terasa penuh dan hangat, meskipun ada sedikit rasa nyeri dan perih saat penis itu berhenti memasukinya.  Tiba-tiba Udin menarik penisnya keluar setelah tadi dirasakannya menabrak sesuatu. Tampaklah sedikit darah di sekitar kepala penis Udin.
“Via, masih ada sisa keperawanan kamu nih” katanya bangga ternyata masih tersisa keperawanan Viana yang tidak semuanya terenggut jari-jari Johan, mantan pacarnya. Viana tersenyum manis
“yah, buat mas aja”
Kembali Udin memasukkan penisnya, kali ini terasa lebih mudah, tapi tetap perlahan agar gadis itu tidak merasa sakit. Ketika Udin mulai memompanya pelan, rasa nyeri itu lama-lama hilang dan vaginanya serasa ditembus benda padat yang keras dan hangat. Cairan vagina Via sangat membantu Udin melancarkan gerakannya, kini vagina Via terasa licin oleh pelumas yang dihasilkannya sendiri, membuat pompaan Udin semakin cepat. Viana terlihat melentingkan tubuhnya tanda telah mencapai orgasme. Sementara Udin tanpa henti terus memompa lubang vagina Via, penis besar itu menabrak-nabrak dinding rahim Viana membuat Viana merasa diawang-awang hingga orgasme berkali-kali.
Tubuh hitam sang pembantu itu tampak perkasa sekali menyetubuhi tubuh halus anak majikannya yang amat putih dan halus. Namun kedua manusia itu terus tenggelam dalam lautan nafsu birahi tanpa mempedulikan status sosial yang sebenarnya. Tubuh kekar sang pembantu terlihat naik turun diatas tubuh mulus putri majikan. Sang putri pun merintih menikmati setiap hentakan dan sodokan pria yang menyetubuhinya. Sementara Udin, si pembantu itu semakin memuncak birahinya, tatkala posisi mereka berubah menjadi gaya doggy, pemandangan punggung Viana yang putih halus, ditambah jepitan vaginanya amat membuat penisnya berkedut.

Menyadari dirinya akan keluar, Udin segera membalikkan tubuh Viana seperti posisi semula, namun tanpa mencabut penisnya.
“Via, kamu lagi masa subur?” tanyanya sambil terus menggenjot Via.
Viana menggeleng sambil tetap memejamkan matanya, terus menikmati tiap gerakan Udin.
“Semprot di dalem ya?” bisik Udin.
Viana tidak menjawab, pikirannya sedang terbang menikmati  persetubuhan pertamanya.
Udin semakin mempercepat pompaannya. Viana merintih-rintih agak keras saat dirasakan penis Udin berkedut dalam vaginanya, nalurinya sebagai wanita seakan memberitahu bahwa pria yang menyetubuhinya akan orgasme juga. Namun pompaan Udin begitu dalamnya hingga membuat Viana orgasme untuk kesekian kalinya, secara reflek Viana memeluknya erat tanda diapun sangat menikmati orgasmenya itu. Udinpun tak bisa menahan lebih lama lagi spermanya segera menyembur deras dalam rahim Viana. Lidahnya memainkan lidah Viana membuat gadis itu mengusap-usap punggung Udin yang sedang menyelesaikan hasratnya. Dirasakannya juga penis Udin memuntahkan cairan hangat di dalam vagina membuat hangat juga rahimnya. Lima menit mereka meresapi kenikmatan terakhir itu sebelum akhirnya Udin mencabut penisnya. Mereka saling berpelukan, tampak wajah Viana merona merah tanda gadis itu merasa sangat puas, Udin pun menutup matanya menikmati kepuasan tak hingga yang baru saja dialaminya. Setelah dirasa cukup lama, badan merekapun terasa lelah. Lelehan sperma terlihat di celah lubang vagina Via yang sekarang telah bolong.
“Mas, mandi dulu yuk..” ajak Viana. Udin mengangguk dan langsung membopong tubuh bugil Viana ke kamar mandinya yang terletak dalam kamarnya juga. Sisa air bekas tadi mandi masih terasa hangat, mereka berdua berendam dalam bathtub. Udin merasa berada di surga, baru kali ini dia mandi dalam kamar mandi yang mewah seperti itu. Selesai mandi merekapun tertidur pulas, letih akibat kegiatan resepsi tadi siang, juga letih akibat senggama tadi.

###############################
Chapter 6

Malam itu, ditempat yang berbeda, Pak Sumargapun terlihat habis melepas hajatnya, dia tertidur dalam pelukan Tumirah istri barunya yang amat muda. Dia sama sekali tidak menyadari bahwa putri pertamanyapun saat itu tengah bermalam pengantin bersama Udin, pembantu tangan kanannya.
Malam yang sama, nun jauh di kota Jakarta sana, Kosim terlihat menyeringai puas sekali memandangi tubuh telanjang wanita di dekatnya yang sedang tidur dalam keadaan telanjang bulat. Keadaannya mirip seperti keadaan Viana putrinya.Nyonya Irene terlihat puas sekali dalam tidurnya setelah sebelumnya Kosim memberi jatah kenikmatan padanya. Sesekali dilihatnya bunyi sms dilayar HPnya.
“Mas, malam ini dendam mas mulai terbalas, cewek itu sudah jadi milik Udin malam ini, rencana kita berhasil”
Tersungging senyum kejam di bibir Kosim melihat sms dari Tatik adiknya, Viana, gadis anak mantan majikannya yang membuatnya terusir dulu kini telah bisa dihancurkan. Sebentar lagi Airin, lalu semua usaha majikannya dapat dikuasai berikut tubuh telanjang yang tidur dalam pelukannya sekarang ini. Jam telah menunjukkan pukul 03.00 dini hari, Kosimpun tertidur dengan pulasnya sambil membayangkan keberhasilan semua rencananya kelak…..

Bersambung…

yukji kato

PERHATIAN !!!


  • Cerita berikut mengandung unsur seksual, jadi bagi yang tidak suka atau merasa di bawah umur harap tinggalkan segera…
  • Penulis tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi setelah membaca cerita ini…
  • Cerita ini hanyalah FIKTIF…
 ————————————————————-
Yuki Kato
Yuki Kato (17 tahun) adalah seorang pemain sinetron muda Indonesia berdarah Jawa-Jepang. Ia memiliki kecantikan yang khas antara oriental dan lokal, kulit yang putih, serta badan yang proporsional dengan tinggi 160cm dan berat 35kg. Rambutnya pun panjang, hitam, sedikit ikal dan tergerai dengan indah. Namanya mulai dikenal setelah membintangi sinetron "Primata Cantik" produksi Starvision. Selain menjadi pemeran utama dalam sinetron Heart Series dan My Love, Yuki juga bermain bersama Raffi Ahmad dan Laudya Chintya Bella dalam Jodoh Arietta berperan sebagai adik Raffi. Dan pada tahun 2010 Yuki membintangi sinetron yang berjudul Arti Sahabat. Di sini ia digosipkan terlibat cinta lokasi dengan rekan seprofesinya, Steven William, namun Yuki masih belum melangkah lebih jauh selain berteman dekat dengan aktor muda itu.Sebagai artis, tentunya banyak teman-teman pria di sekolahnya yang selama ini mencoba untuk mendekati dan menjadikannya pacar. Namun Yuki memang sangat pemilih dalam hal ini karena kesibukannya membuat ia sering kali tidak sempat memikirkan untuk pacaran. Karena itu pula, sekolahnya kadang menjadi terbengkalai. Sampai-sampai saat ujian dia tidak sempat belajar akibat syuting sinetron kejar tayang. Akibatnya dia pun berpikir untuk mengambil jalan pintas, menyontek, sesuatu penyakit kronis para anak sekolahan. Malam itu sebelum ujian, dia membuat kertas contekan. Keesokan harinya, saat ujian, dengan perlahan-lahan dan jantung berdebar-debar, Yuki membuka kertas contekan tersebut. Guru pengawas saat itu adalah Pak Dodo, merupakan guru olahraga di sekolahnya. Pak Dodo terkenal sebagai ‘guru killer’ di sekolah itu, tak jarang murid-murid di sana di hukum dengan sangat kejam apabila berbuat kenakalan. Pak Dodo berwajah seperti Tarzan Srimulat. Walaupun sudah berumur 50an, tubuhnya tetap tegap bak prajurit karena sering berolahraga. Tanpa di sadari oleh Yuki, Pak Dodo melihat perbuatannya yang mencontek saat ujian. Tapi bukannya menegur, Pak Dodo mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Ternyata itu adalah sebuah HP yang ada kameranya, dan dengan kamera HP itu, dia merekam perbuatan Yuki yang mencontek saat ujian secara diam-diam sambil pura-pura melihat ke layar HP seolah-olah ada SMS yang masuk. Yuki yang tidak sadar sedang direkam justru merasa aman karena Pak Dodo dikiranya sedang lengah dengan SMS. Ia pun buru-buru mengingat jawaban dari kertas contekan itu dan memindahkannya ke kertas jawaban.
“Hhhuuufff...!” ia bernafas lega dan juga dikejar perasaan berdosa saat berhasil memasukkan kembali kertas contekannya ke bawah jam tangannya.

Siang hari setelah ujian hari itu selesai, Yuki menghela nafas panjang. Sepanjang waktu ujian, jantungnya berdetak sangat kencang karena dia takut tertangkap basah mencontek. Ketika sedang menunggu jemputan di depan, tiba-tiba Ayu, salah seorang teman sekelasnya datang menghampiri dan menegurnya.
“Eh Ki, lo dipanggil Pak Dodo tuh” kata Ayu.
“Ada apa Yu?” tanya Yuki.
“Mana gue tau, gue cuma disuruh Pak Dodo manggil lo” kata Ayu.
“Waduh....apa gue ketahuan ya?” tanya Yuki dalam hati dengan was-was.
Dengan tegang Yuki bergegas menuju ke ruangan Pak Dodo. Sebagai guru olahraga, Pak Dodo memiliki ruangan khusus di samping gudang tempat menyimpan alat-alat olahraga. Tok… Tok… Tok…Yuki mengetuk pintu ruangan itu
“Siapa?” tanya Pak Dodo.
“Saya Yuki pak” kata Yuki.
“Masuk!” perintah Pak Dodo.
“Bapak memanggil saya?” tanya Yuki.
“Oh iya, silakan duduk” kata Pak Dodo.
“Kamu yang bernama Yuki Kato?” tanya Pak Dodo.
“Iya pak” kata Yuki.
“Nampaknya kamu sibuk sekali syuting ya, sampai-sampai gak sempat belajar?” kata Pak Dodo.
“Iya, cukup sibuk belakangan ini, memangnya kenapa pak?” tanya Yuki.
Lalu Pak Dodo mengeluarkan HPnya,
“Lihat ini!” Pak Dodo menunjukkan video yang merekam Yuki saat mencontek yang membuat matanya membelakak dan jantungnya seolah berhenti berdetak.
“Kamu tahu hukuman murid yang ketahuan mencontek saat ujian? Dia tidak boleh ikut ujian berikutnya. Berarti kamu pasti tidak naik kelas. Dan yang gawat...bagaimana kalo infotainment tahu soal ini, bisa bahaya karir kamu!” kata Pak Dodo dengan pelan namun mengancam.
“Pliss pak...iya saya mengaku salah, saya udah terlalu capek sampai gak keburu belajar untuk ujian, tapi tolong...jangan laporkan soal ini” kata Yuki memohon pada Pak Dodo yang dibalas dengan semyuman penuh kemenangan oleh pria itu.
“Baik...tenanglah Yuki....Bapak mengerti masalah kamu, dan bapak tidak akan melaporkan kamu, asal…” kata Pak Dodo sambil mendekati Yuki.
“Asal apa pak?” tanya Yuki, suaranya bergetar dan matanya berkaca-kaca, ia sudah skak mat, tidak tahu harus bagaimana.
“Kamu tahu, Bapak juga diam-diam jadi penggemar kamu, sudah lama Bapak menginginkan kamu, dan sekarang saat yang tepat. Kamu harus melayani Bapak sampai puas, kalo tidak Bapak akan berikan ini ke Kepsek. Dan kalau tersebar ke pers karirmu bakal terancam loh” kata Pak Dodo.

Pak Dodo

Mata Yuki terbelalak mendengar permintaan gila gurunya itu, ia tidak menyangka gara-gara nyontek harus sampai begini. Ciuman aja belum pernah apalagi harus bercinta dengan gurunya lagi.
“Tapi saya belum pernah gituan pak?” Yuki mencoba menolak.
“Hahaha...masa sih, kamu kerja jadi artis masa ga pernah gituan sama produser, sutradara, atau aktor lain? Hehehe”
“Bener Pak, saya gak pernah terima tawaran kaya gituan..saya bukan artis seperti itu, tolong Pak jangan begini!” Yuki memohon dan air matanya mulai menetes.
“Hahaha...bapak ga bilang gitu kok, ya udah, kalo gitu biar bapak aja yang ajarin. Pokoknya kamu cuma nurutin kata bapak? Siapa tau nanti-nanti kamu bisa godain mereka supaya tambah baik karir kamu hahaha” kata Pak Dodo.
“Nggaaakkk!!” Yuki menjerit sambil menangis.
“Ssstttt!!!” Pak Dodo menempelkan telunjuk di depan bibirnya, “kalau ada yang tau kamu tau akibatnya gimana?”
Yuki baru sadar hal itu dan segera terdiam dan sesegukan. Di tengah kebingungannya, Pak Dodo mendekati artis muda itu dan mengelus pipinya.
“Jangan pak…saya gak mau” kata Yuki sambil menepis tangan Pak Dodo.
Karena nafsu yang sudah membumbung tinggi, Pak Dodo pun menarik tangan Yuki sehingga Yuki berdiri dari duduknya.
“Pokoknya kamu turutin aja mau bapak biar kita sama-sama enak.” kata Pak Dodo sambil menghempaskan badan Yuki kembali ke kursi.
Tak ada pilihan lain bagi Yuki selain menuruti nafsu bejat gurunya itu. Yuki pun hanya memalingkan wajahnya ketika Pak Dodo mulai melepaskan kancing seragamnya satu per satu. Setelah semua kancingnya terlepas, Pak Dodo menarik kaos dalamanya keatas hingga terlihat BHnya yang berwarna krem. Tanpa permisi lagi dia meremas kedua buah dada Yuki yang masih tertutup BH itu. Yuki hanya bisa meringgis merasakan setiap remasan Pak Dodo.
“Sudah pak…saya mohon hentikan” iba Yuki yang dibalas dengan sebuah tamparan di wajah Yuki.
Plaaakkk…
“Lonte...jangan sok jual mahal ya!!” kata Pak Dodo dengan pitam, “jangan paksa Bapak main kasar...sekarang kamu buka semua baju lo atau tak sobek-sobek, kamu pilih yang mana” lanjutnya.
Apabila seragamnya di sobek-sobek Pak Dodo, berarti dia pulang bugil, maka dengan terpaksa, Yuki pun mulai  melepas pakaiannya satu per satu hingga tinggal BH dan CD nya saja. Pak Dodo melihat dengan takjub kemolekan muridnya ini yang masih begitu muda dan menggiurkan. Melihat Pak Dodo menatapnya dengan nanar, Yuki mencoba menutupi daerah kemaluannya walaupun usahanya sia-sia. Pak Dodo menatap tubuhnya Yuki seakan-akan siap untuk disantap.

Pak Dodo berjalan memutari tubuh Yuki sambil berdecak kagum akan kemolekan tubuhnya artis muda itu. Sudah lama dia memperhatikan Yuki, dia selalu membayangkan tubuh putih mulus Yuki, tubuh seorang artis sinetron. Saat ada di belakang Yuki, Pak Dodo mengelus punggungnya. Yuki tersentak kaget, belum pernah ada yang menyentuhnya seperti ini.
“Jang… an…” belum sempat Yuki menyelesaikan kalimatnya, Pak Dodo sudah menggenggam kedua buah dada Yuki dari belakang.
Yuki coba berontak, tapi Pak Dodo langsung mendekap tubuhnya.
“Akhirnya Bapak bisa menikmati tubuhmu Yuki, dari dulu Bapak cuma ngebayangin sambil ngocok di depan TV waktu kamu tampil, sekarang bapak bisa nikmatin sepuasnya. Hehehe…” kata Pak Dodo.
Yuki hanya bisa memjamkan mata. Dia tak bisa membayangkan apa yang akan diperbuat gurunya itu. Melihat Yuki yang sudah tak berontak lagi, tubuh Yuki dibalikkan hingga sekarang mereka saling berhadapan. Dengan secepat kilat Pak Dodo mencaplok bibir manis Yuki, bibir yang masih segar, merah merekah, karena belum pernah dijamah laki-laki manapun. Mendapat serangan dadakan itu Yuki pun gelagapan.
“Mmmphhh… mmmphhh…” dia berusaha menghindari mulut Pak Dodo yang beraroma rokok kretek yang biasa dia hisap.
Bau tak sedap yang keluar dari mulut Pak Dodo membuat Yuki berontak, dia berusaha melepaskan pelukan Pak Dodo. Tapi apalah artinya seorang perempuan seperti Yuki melawan Pak Dodo yang lebih kekar. Pak Dodo mulai memainkan lidahnya bahkan menghisap lidah Yuki. Tampak sekali Yuki kewalahan menghadapi ciuman buas Pak Dodo yang tentu saja lebih pengalaman. Tiba-tiba Pak Dodo menarik tali BH Yuki ke bawah hingga terpampang dua buah dada Yuki yang masih mulus yang belum terjamah tangan-tangan nakal manapun. Walaupun tidak terlalu besar, tapi proporsional dengan tubuhnya hingga manambah kemolekan tubuh Yuki. Yuki tersentak kaget, secara refleks dia berusaha menutupi kedua buah dadanya. Tapi tangan Pak Dodo segera membuka tangan Yuki. Yuki berusaha melawan, tapi tenaganya tidak kuasa menahan Pak Dodo yang sedang bernafsu ingin melahap buah dadanya. Sambil menahan tangan Yuki agar tidak menutupi buah dadanya itu, Pak Dodo langsung melahap kedua buah dada gadis itu secara bergantian bagai seorang anak kecil yang sedang mengemut permen. Dihisap dalam-dalam buah dadanya Yuki sambil sesekali menjilati putingnya. Yuki hanya bisa meringgis menahan sakit sekaligus kenikmatan yang belum pernah dirasakannya. Nampak sekali Yuki yang belum pengalaman mulai takluk dari Pak Dodo yang sudah sarat pengalaman.
“Ampun… pak… sudah…” rintih Yuki yang tak digubris Pak Dodo yang sudah terbakar nafsu.
Renggekan Yuki malah semakin manambah nafsu Pak Dodo hingga menghisap buah dada Yuki semakin dalam, akibatnya timbul noda kemerahan di buah dada Yuki. Puas dengan buah dadanya Yuki, Pak Dodo berdiri hingga muka Yuki tepat berada di kemaluannya. Tanpa malu-malu lagi dia meloroti celana training yang biasa dia pakai sebagai guru olahraga berikut celana dalamnya. Maka tersembulah senjata maut Pak Dodo yang sudah berdiri tegak.
“Nah Yuki, coba kamu pegang punya bapak ini” perintah Pak Dodo.
“Gak ah pak, jijik” tolak Yuki menggelengkan kepala

Penolakan gadis itu membuat Pak Dodo naik pitam lagi. Dia mengangkat tangannya seolah-olah ingin menampar Yuki.
“Ampun pak, iya saya pegang” kata Yuki ketakutan.
Dengan gemetar sambil menahan rasa jijik, Yuki menggerakkan tangannya memegang penisnya Pak Dodo. ini pertama kalinya Yuki memegang penis laki-laki yang sebelumnya hanya dilihat di gambar-gambar porno atau film-film porno.
“Nah gitu dong, jadi anak manis, Yuki sayang. hehehe” sambut Pak Dodo.
“Sekarang gerakkan tangan kamu, kocok yang enak” perintah Pak Dodo. Yuki menuruti permintaan Pak Dodo sambil menahan rasa jijik.
“Ahhh… Enak tenan…” Pak Dodo mulai menikmati kocokan Yuki.
“Sekarang masukin ke mulut lo!” perintah Pak Dodo.
Yuki terperanjat, ini saja baru pertama kalinya dia memegang alat vital laki-laki, sekarang dia harus memasukkannya ke dalam mulutnya. Yuki merasa tambah jijik, apalagi penis itu mengeluarkan bau tak sedap yang membuatnya mau muntah.
“Dibilang masukin, kok bandel ya!” Pak Dodo mulai tak sabar, tangannya memegang belakang kepala Yuki, lalu ditariknya kepala tersebut hingga penisnya langsung masuk ke dalam mulutnya Yuki. Ditekannya kepala Yuki hingga penisnya masuk seluruhnya.
“Mmmppphhh…” Yuki berusahan melepaskan diri tetapi Pak Dodo menahannya dengan semakin menekan kepala Yuki lebih dalam.
Akhirnya Pak Dodo melepaskan kepala Yuki yang membuat Yuki lega bisa bernafas lagi.
“Ampun pak, jangan lagi” renggek Yuki dengan berlinang air mata.
“Hehehe, lama-lama juga lo terbiasa” kata Pak Dodo dengan raut wajah mengejek Yuki.
“Ayo masukin lagi. Apa lo mau bapak paksa lagi?” perintah Pak Dodo.
Karena tidak punya pilihan lagi, maka Yuki dengan terpaksa kembali memasukkan penis Pak Dodo ke dalam mulutnya.
“Nah gitu dong dari tadi, sekarang oral Yuk!” perintah Pak Dodo. Yuki diam saja, dia belum pernah melihat alat kelamin laki-laki apalagi mengoralnya.
“Kamu belum pernah ya? Sini bapak ajarin” lalu Pak Dodo memegang kepala Yuki dan bergerak maju mundur hingga penisnya keluar masuk mulut Yuki.
“Nah sekarang kamu coba lakukan” perintah Pak Dodo.
Yuki pun menggerakkan kepalanya hingga penisnya Pak Dodo keluar masuk dengan menahan rasa jijik.
“Hahaha, kamu emang cepat belajarnya...sekalian isep dong!” perintah Pak Dodo.

Di bawah ancaman, Yuki mau tak mau menuruti perintah Pak Dodo. Guru bejat itu benar-benar menikmati oral yang dilakukan tapi dia tak mau klimaks dulu, dia masih ingin menikmati tubuh Yuki. Lalu Pak Dodo menarik penisnya dari mulut Yuki. Kembali dia mencaplok kedua buah dada Yuki. Pak Dodo mulai bergerilya dari buah dadanya Yuki ke bawah menuju perut Yuki. Setibanya di perut Yuki, Pak Dodo menarik celana dalam Yuki hingga lututnya. Yuki kaget hingga dia terdorong ke belakang. Untung saja ada kursi tempat yang dia duduki tadi. Tapi itu membuat Pak Dodo dapat melihat kemaluan Yuki yang masih ditumbuhi oleh bulu-bulu halus yang baru tumbuh. Pak Dodo terpana melihat pemandangan itu hingga membuat dia semakin bernafsu. Tak sabar dia ingin memasukkan penisnya ke dalam vaginanya Yuki. Tapi dia ingin bermain sepuasnya dengan tubuhnya Yuki. Dengan perlahan tapi pasti, dia mulai mendekati selangkangan Yuki. Yuki berusaha mencegahnya dengan menutupi daerah kemaluannya itu.
“Tolong jangan Pak....saya masih perawan” Yuki memohon belas kasihan pak Dodo.
Bagai serigala yang tak kenal ampun pada mangsanya, Pak Dodo menyibak tangan Yuki, bahkan memelintir tangannya.
“Diem jangan ngelawan, kalo kamu masih ngelawan, ntar Bapak gampar” kata Pak Dodo dengan keras.
Yuki pun hanya pasrah bahwa dia akan kehilangan keperawanannya oleh Pak Dodo guru olahraga yang sangat dia benci itu. Lalu dia manarik celana dalam Yuki hingga lepas semua. Sekarang bagian bawah Yuki sudah polos tak tertutup apapun. Lalu Pak Dodo menjauhkan kedua kaki Yuki hingga daerah intim Yuki semakin terbuka lebar. Langsung saja dia menjilati bibir vagina Yuki yang membuat pemiliknya meringgis. Namun, ada sensasi kenikmatan yang belum pernah Yuki rasakan sebelumnya, sensasi organ kewanitaannya dirangsang seperti ini, sepertinya membawanya terbang.
“Enak kan hehehe?” tanya Pak Dodo.
Yuki memejamkan mata, air matanya makin tertumpah, tentu ia tak mau mengakui bahwa dirinya juga menikmati permainan lidah Pak Dodo. Dia hanya menahan kedua bibirnya berusah menahan gelombang kenikmatan yang dialaminya. Tak mendapat respon dari Yuki, Pak Dodo kembali menjilati vaginanya Yuki. Kali ini dia memasukkan lidahnya ke dalam yang membuat Yuki menggelengkan kepalanya sambil meringgis seperti menahan sesuatu.

Selang beberapa menit kemudian, Yuki merasakan vaginanya berdenyut-denyut dan ada sesuatu yang tak tertahankan mau keluar
“Pak… Yuki… mau pipis…stop Pak...stop...aaahhh” Yuki tidak dapat menahan serangan-serangan Pak Dodo dan akhirnya “Ahhhh…” Yuki pun berteriak menandakan telah orgasme, orgasme pertamanya dari laki-laki yang memaksanya melakukan perbuatan amoral.
“Hehehe, ini bukan pipis, manis, ini namanya orgasme...ternyata kamu menikmati juga yah. Sekarang kamu telah jadi lonte, kamu harus siap bapak pakai kapanpun, ngerti?” kata Pak Dodo kegirangan.
Yuki tertunduk dan tangisannya makin menjadi-jadi menerima kenyataan dirinya telah dinodai oleh gurunya sendiri. Tiba-tiba Pak Dodo mencium Yuki yang membuat dia kelabakan karena nafasnya yang ngos-ngosan sehabis orgasme barusan harus menerima ciuman dari Pak Dodo hingga membuatnya menjadi sesak nafas.
“Pak… mmppphh… tunggu… mmppphh… dulu…” minta Yuki.
Permintaan Yuki semakin membuat Pak Dodo melumat habis mulut Yuki. Karena tak digubris, akhirnya Yuki membiarkan Pak Dodo melumat mulutnya sedangkan Yuki mencari sela untuk bernafas. Tiba-tiba Pak Dodo menghentikan aksinya.
“Dah sekarang kamu berdiri!” perintah Pak Dodo.
Dengan gemeteran, Yuki mematuhi perintah Pak Dodo, dia berdiri dari kursi yang dia duduki. Lalu Pak Dodo menggeser kursi tersebut dan membalikkan badan Yuki. Lalu badan Yuki di dorong hingga sekarang dia terlungkup di meja Pak Dodo. Yuki dapat merasakan sesuatu bergerak di selangkangannya, dia pun menoleh ke belakang, dan dia melihat Pak Dodo sedang berusaha memasukkan penisnya ke vaginanya. Yuki pun tersentak kaget.
“Pliss Pak, jangan…huuu---hhuuuu...” Yuki meronta dan menangis berusaha menghentikan perbuatan Pak Dodo.
“Dah kamu diam aja, ntar juga ketagihan” balas Pak Dodo.
Akhirnya penisnya Pak Dodo menemukan sasarannya. Ketika Pak Dodo berusaha memasukkan penisnya lebih dalam, Yuki hanya bisa meringis menahan sakit karena ada benda padat memasuki kemaluannya. Dengan perlahan, Pak Dodo memasukkan penisnya lebih dalam hingga Yuki tidak tahan untuk menjerit.
“Ampun, sudah Pak… Aaaggghhh…” jeritnya karena sebuah benda keras memasuki kemaluannya.

Dorongan Pak Dodo terhenti karena penis itu mencapai dinding keperawanan Yuki. Pak Dodo pun menariknya sesaat tapi kemudian dia mendorongnya lebih keras lagi.
“Tidaaakkk… Aaaggghhh…” Yuki merasakan rasa sakit yang luar biasa karena hujaman penis Pak Dodo kali ini berhasil menjebol keperawanannya.
Darah pun meleleh dari pinggir bibir vaginanya diiringi air mata Yuki yang meratapi kesuciannya diambil oleh gurunya tersebut.
“Cup… cup… cup, anak bapak jangan menangis, ntar bapak beliin permen, hak… hak…” terdengar ledekan Pak Dodo karena bisa memerawani Yuki.
Yuki diam sesegukan karena kesuciannya telah terenggut. Lalu Pak Dodo mulai menggerakkan pinggulnya hingga membuat penisnya keluar masuk vaginanya Yuki. Yuki hanya bisa meringgis dan mendesah setiap hentakan Pak Dodo. Lama kelamaan Yuki terbiasa dan mulai menikmati persenggamaan itu. Tapi dia diam saja karena dia tak mau menambah kesenangan Pak Dodo. Hentakan demi hentakan Pak Dodo yang diterima Yuki membuat keduanya berkeringat dan Yuki merasakan sesuatu akan meledak di kemaluannya. Suatu sensasi yang belum dia dapatkan sebelumnya. Pak Dodo menambah sensasi yang dialami Yuki dengan menghisap jenjang leher Yuki yang membuat Yuki semakin meringgis. Pak Dodo juga meremas-remas kedua buah dada Yuki dari belakang. Yuki tak menolak apalagi melawan, dia sudah hanyut dalam nafsu yang dipancing Pak Dodo. Mulutnya yang terbuka sangat lebar meronta-ronta dan tampak sangat menderita, ia hanya tinggal memakai sepatu sport dan kaus kaki putihnya hingga semakin merangsang pria itu untuk berbuat lebih ganas. Pak Dodo menggenjotnya lagi dan lagi dengan tanpa ampun lagi karena ia sudah benar-benar kesetanan. Pria itu semakin ganas dengan genjotan liarnya, sampai-sampai suaranya terdengar, clep, clepp, clepp.., sementara Yuki hanya bisa mengerang kesakitan, dari pinggir bibir vaginanya nampak darah perawannya berlelehan.
“Aaahhh...aahhh...aahhh!!” desah Yuki, begitu seterusnya sampai suara teriakannya lebih serak dari yang sebelumnya, dan ternyata air mata Yuki yang menangis tersedu-sedu semenjak tadi belum habis juga malah semakin deras sehingga membasahi payudaranya.
Sambil menggenjotnya, Pak Dodo juga menjilati air mata Yuki, lalu mengulum mulut gadis itu yang semenjak tadi menganga itu sampai dia sulit untuk bernapas sampai akhirnya, crott.. Sperma Pak Dodo pun tertumpah di rahim artis muda yang malang itu.
“Aaahhh...sippp...uueennaakknya!” erang Pak Dodo sambil berkelojotan kenikmatan.
Entah mengapa, mungkin karena kelelahan diperkosa hingga Yuki pun tak sadarkan diri. Nafsu Pak Dodo belumlah reda, ia terpesona melihat tubuh telanjang Yuki yang sudah terkulai lemas dan bercucuran keringat itu, maka kembali pria itu mengerjainya kembali selagi dia pingsan. Pak Dodo mengisap-hisap sambil sedikit menggigit dan menarik putingnya ke atas saking gemasnya hingga akibatnya kedua payudara Yuki kini memerah, tetapi ia tidak mempedulikannya sama sekali.

Pria itu melihat jam tangannya, waktu telah menunjukkan pukul 13:05 WIB, berarti ia tadi telah mengerjainya selama hampir dua jam, wajar jika dia sekarang pingsan, mungkin juga pada jam ini Yuki sudah seharusnya pulang sekolah. Untuk mengantisipasi hal ini, Pak Dodo mengambil ponsel Yuki, ia menulis SMS pada mama Yuki yang isinya, ‘hari ini agak telat Ma, jemputnya nanti aja jam 2.30’. Setelah itu, ia memutuskan untuk beristirahat dulu sambil minum untuk memulihkan tenaganya yang sudah lumayan habis dan untuk mempersiapkan diri pada sesi berikutnya. Kemudian menggelar matras di tengah ruangan itu dan dipapahnya tubuh Yuki dan diletakkan di atasnya. Dengan seringai mesum di wajahnya ia tuangkan segelas air ke wajah gadis itu. Yuki pun perlahan memperoleh kembali kesadarannya karena siraman air. Pak Dodo yang tenaganya sudah kembali pulih, segera saja menuju target yang belum pernah ia jamah dari tadi yaitu anusnya. Dan akhirnya posisinya telah dirasa pas untuk melakukan posisi doggy style. Setelah mendapatkan posisi yang tepat, pertama-tama pria itu menjilati dan menusuk-nusuk anus Yuki dengan lidahnya dengan ganasnya dan rasanya benar-benar nikmat sekali. "Aduuhh!! Aahh!! Pak...jangan Pak, jangan disitu!" erang Yuki.
Entah mengapa Yuki tampak menderita sekali, padahal pria itu belum melakukan apa-apa, hanya sebatas menjilati sambil menusuk-nusuk anusnya dengan lidah dan jari. Tapi peduli apa, justru dengan dia meronta-ronta seperti itu akan membuat nafsu pria itu semakin meledak. Tanpa pikir panjang lagi, Pak Dodo langsung mengambil posisi untuk menyetubuhinya lagi, kali ini lewat anal. Pertama-tama ia menancapkan sepertiga batangnya dulu di anus yuki. Karena anus gadis itu benar-benar kecil dan masih perawan maka ini akan cukup sulit, pikir pria itu. Tiba-tiba terdengar rontaan Yuki.

"Ampuun Pak! Mau diapakan saya!! Jangan di situ! Sakit!!"
Tanpa peduli sedikit pun dengan apa yang diucapkan Yuki, Pak Dodo mulai kembali mencoba menerobos anus Yuki. Didorong masuk kemudian dikeluarkan lagi, dan terus ia lakukan itu sampai anus Yuki menjadi sedikit licin dan longgar. Karena akhirnya agak jengkel dan bosan untuk menunggu lebih lama lagi, maka Pak Dodo pun menerobos liang anus Yuki dengan sekuat tenaga. Slackk!! Scrrct!!
"Uuookkhh!! Khaakkhh!! Ahhgghh!!", jerit Yuki dengan tubuh berkelejotan.
Yuki tampak benar-benar menderita, dan pria itu juga sudah merasakan ada sesuatu yang sobek, maka ia teliti anus gadis itu untuk memastikannya dan ternyata benar, darah segar sudah mengucur deras dari liang anusnya. Pak Dodo kembali mengambil celana dalam Yuki untuk membersihkan darah dari anusnya. Darahnya benar-benar banyak, mungkin karena liang anusnya terlalu kecil. Dan setelah memastikan liang anus Yuki telah terasa licin dan mulai nikmat untuk digarap, langsung saja Pak Dodo kembali menggenjot gadis itu dengan sodokan-sodokannya yang ganas. Yuki hanya bisa menangis tersedu-sedu dan memohon untuk segera dipulangkan ke rumahnya karena mungkin orang tuanya sekarang sudah mulai mencemaskan dirinya yang belum pulang dari sekolah.
"Enngghh.. Enngghh.. sudah Pak..saya mohoon..saya mau pulang Pak.... Heenngghh.. Engghh.."
“Tenang saja Yuki, Bapak udah kabarkan ke mamamu kalau pulangnya telat, tidak akan ada yang kuatir, sekarang kamu nikmati aja dulu!”
Mendengar rintihannya yang terdengar serak dan sangat menderita itu menyebabkan birahi Pak Dodo justru semakin naik, dan ia menggenjot anus gadis itu dengan lebih ganas lagi hingga akhirnya aku menyemburkan spermanya di dalam anus Yuki. Tangan Pak Dodo juga bergerilya di sekujur tubuh Yuki, payudara yang menggantung itu diremasinya dengan gemas.
“Eeeggghh… Pak, Yuki mau keluar lagi!” erang Yuki sudah tak tahan.
“Yah sudah yuk, keluarin aja kalo gak tahan, hehehe” kata Pak Dodo tanpa berhenti menggenjot
“Eeeggghh… Pak, Yuki sudah gak tahan… Aaaggghhh…” akhirnya Yuki mencapai orgasme lagi.
Walaupun Yuki telah klimaks tapi Pak Dodo masih belum selesai.
“Pak sudah pak…saya mohon...aahh” pinta Yuki.
“Enak aja, saya khan belum keluar, hehehe” jawab Pak Dodo.
Bukannya makin pelan, gerakan Pak Dodo makin kencang bahkan tak memperdulikan Yuki yang baru saja orgasme. Tindakan Pak Dodo membuat nafsu Yuki naik lagi. Dia pun mengimbanginya dengan ikut menggoyangkan pantatnya. Yakin anak muridnya itu sudah jatuh ke tangannya pria itu semakin cepat menggoyangkan pantatnya bahkan semakin lama gerakan mereka semakin tak terkendali.

Selang beberapa menit kemudian akhirnya...
“Aaagghhh…” Yuki akhirnya orgasme kembali, diikuti oleh Pak Dodo beberapa saat kemudian.
“Gimana Yuk rasanya? Enak? Hehehe” Pak Dodo senang karena muridnya itu orgasme duluan. Yuki diam saja menanggapi ledekan Pak Dodo. Ia merasakan nyeri pada anus dan vaginanya yang baru saja diperawani, darah keperawanan, cairan orgasme, dan sperma bercampur membasahi kedua liang senggamanya itu.
“Nah sekarang kamu dah jadi budak seks Bapak, jadi kamu harus siap Bapak pakai kapan saja, kamu mengerti itu Yuki?” tanya Pak Dodo.
Yuki mengangguk lemah dan mulai memunguti pakaiannya yang tercecer.
“Sekarang kamu boleh pulang, tapi kapan pun Bapak minta kamu harus siap!” perintah Pak Dodo diikuti oleh anggukan Yuki.
Setelah memakai seragamnya kembali, Yuki pun pulang dengan kenyataan bahwa sekarang dia telah jadi budak seks Pak Dodo, guru olahraganya. Suatu perasaan malu dan terhina kini melandanya, bagaimana gara-gara perbuatan menyontek telah menyeretnya sejauh ini oleh gurunya yang bejat itu. Namun di hati kecilnya ia juga menikmati perkosaan tadi. Sesampainya di rumah ia segera mandi membersihkan diri dan berusaha menyembunyikan perasaannya di depan mama dan adik-adiknya.

##############################
Seminggu kemudian

Pak Dodo tersenyum lebar sambil duduk di ruangannya, di bawahnya Yuki tengah berlutut dan mengulum penis pria itu. Mata Pak Dodo tertuju pada layar BB di genggamannya yang sedang memainkan video berisi adegan mandi seorang wanita yang wajahnya tidak asing lagi karena seorang public figure
“Hehehe...kamu memang murid yang baik Yuki, pokoknya bapak janji akan memberi nilai bagus untuk olah raga kamu, selama kamu nurut sama Bapak tentunya!” pujinya sambil mengelusi rambut gadis yang sedang mengoral penisnya itu.
“Kamu ada nomernya di sini kan?” tanya pria itu lagi.
“Ada Pak cari aja di situ” jawab Yuki melepas penis di mulutnya.
“Nomer yang masih aktif kan?”
Yuki mengangguk, lalu pria itu kembali mendorong kepalanya untuk meneruskan oral seksnya. Pak Dodo mencari-cari nomor dari daftar kontal di BB Yuki.
“Yang ini, benar?” tanya Pak Dodo seraya menunjukkan BB itu pada nama ‘Kak Bella’
Yuki mengangguk mengiyakannya. Pria itu lalu menyalin nomer itu ke HP miliknya.
“Maaf Kak Bella, saya terpaksa” kata Yuki dalam hatinya.
Kak Bella yang dimaksud tidak lain adalah aktris Laudya Cynthia Bella yang dishoot diam-diam ketika mandi ketika di hotel di dekat lokasi syuting bareng. Itu tentu atas perintah Pak Dodo yang memanfaatkan muridnya yang telah menjadi budak seks ini.
“Hehehe...memang hoki punya koneksi artis, jadi bisa menghubungkan ke artis lainnya, betul kan Yuki? Bapak yakin dia akan nurut kalau ga mau bikin skandal, kita nanti bisa threesome bareng hak...hak...hak!!” tawanya penuh kemenangan.

Tamat?
By : FanFicsHolic

Ayah Mertuaku, Suami Baruku



Fara

Baru-baru ini aku mendapat sebuah email dari seorang teman wanita yang menceritakan jika ia sangat tertarik untuk dapat melakukan hubungan seks dengan ayah mertuanya. Namun untuk dapat mewujudkan ketertarikan itu, ada beberapa hambatan yang sampai saat ini, temanku itu belum dapat menemukan solusinya. Selain memikirkan akan adanya dosa, ada satu hal lagi yang mengganjal di hati teman wanitaku. Ia merasa begitu bersalah karena hal itu akan menyakiti dan mengkhianati dua orang yang ia cintai, suami dan ibu mertuanya. Hmmm… Okelah, hal itu bisa dijadikan hal yang masuk akal mengapa sampai detik ini ia masih tersiksa dengan imajinasi dan keinginan ‘aneh’nya itu. Tapi…Jika menurut pandanganku, bercinta dengan ayah mertua bukanlah sebuah hal yang patut dipermasalahkan. Tak ada salahnya menantu dan mertua untuk melakukan seks. Selama mereka melakukannya tanpa ada tekanan, paksaan ataupun hal yang dapat saling merugikan antara keduanya. Terserah kalian akan berpikir seperti apa tentangku, yang jelas aku nyaman melakukan hal ini.
Setuju atau tidak, hal itu kembali kepada tujuan, hati, dan pemikiran kalian semua. Bagiku, selama kami (menantu dan mertua) tak mengganggu kepentingan orang lain, hubungan percintaan ini syah-syah saja. Seperti hal yang telah aku lakukan selama ini.

***

Namaku Fara, usiaku baru saja menginjak 26 tahun. Aku telah menikah dengan mas Budi (nama suamiku) selama lebih dari 5 tahun. Pernikahan kami dapat terbilang langgeng, tentram tanpa adanya gangguan ataupun masalah yang berarti. Begitupun dengan hubungan birahi kami, semua berjalan lancar seperti pasangan-pasangan lainnya. Bertahun-tahun aku dan suamiku memiliki kehidupan seks yang bagus, dan dia benar-benar bisa memuaskan nafsu birahiku. Berbagai macam literature kami baca dan pelajari guna mendapatkan ide serta masukan baru guna mempererat tali birahi kami. Mulai dari koran, majalah, novel stensilan, hingga internet, mengisi keseharian kami berdua. Khusus untuk literature terakhir, internet, yang mana diera seperti sekarang ini, informasi apa saja bisa didapatkan di internet. Terlebih informasi yang berbau akan hal-hal yang bertema seksual, dapat dengan mudah diperoleh darinya. Hampir tiap malam, kami selalu mencari referensi dari berbagai macam situs porno, namun entah siapa yang memulai terlebih dahulu, akhir-akhir ini, aku dan suamiku lebih suka membaca ataupun menonton situs porno yang bertemakan “perselingkuhan’ atau “seorang istri yang ingin bercinta dengan lelaki lain” Jujur, aku dan suamiku sangatlah terangsang setelah membaca ataupun menonton situs porno jenis itu. Yang jika diteruskan dengan acara bercinta, kami bisa berulang kali mencapai kepuasan birahi. Dan setelahnya, kami mulai berbicara mengenai apa yang bakal didapat jika hal-hal itu bisa benar-benar diwujudkan dalam kehidupan pribadi kami. Pembicaraan tentang bercinta dengan lelaki lain ini selalu saja suamiku lontarkan setiap saat, sehingga secara tak langsung, ‘ide aneh’ ini menjadi salah satu penyebab tumbuhnya imajinasi liarku. Imajinasi untuk benar-benar bisa bercinta dengan lelaki lain selain lelaki yang aku nikahi ini.

***
Pak Bakri

Hingga detik ini aku dan suamiku masih tinggal dengan orangtuanya, Pak Bakri dan Bu Murni. Pak Bakri, 52 tahun, adalah seorang pegawai negeri biasa. Sedangkan Bu Murni, bekerja sebagai pengusaha rumah makan. Pak Bakri, yang walau telah mencapai usia setengah abad, adalah seseorang yang rajin dan ceria. Ia mempunyai banyak sekali bahan banyolan yang selalu bisa membuat siapa saja yang berada di dekatnya untuk tertawa. Pak Bakri, memiliki postur tubuh standar dengan tinggi 165 cm, berambut cepak yang sudah dihiasi uban, berkulit sawo matang, berwajah tegas yang selalu dihiasi oleh senyuman. Membuatnya selalu terlihat lebih muda. Pak Bakri, itulah lelaki yang selalu masuk ke dalam imajinasi liarku. Seperti yang telah aku jelaskan tadi, jika aku dan suamiku sedang berbincang mesum, sosok ayah mertuaku itulah yang selalu aku bayangkan untuk bisa meniduriku. Awalnya aku selalu mencoba untuk mengalihkan segala pikiran mesumku dari beliau, tapi apa daya, aku sama sekali tak bisa. Bahkan terkadang, ketika aku dan suamiku sedang heboh-hebohnya bercinta, aku sengaja memejamkan mata dan membayangkan jika orang yang menyetubuhiku saat itu adalah Pak Bakri, ayah kandung suamiku. Dan dari membayangkan hal itu saja, mampu membuatku orgasme berkali-kali. Aku tak pernah mengatakan hal ini kepada mas Budi, sehingga apa yang aku rasakan setiap kali bercinta dengannya, adalah merupakan rahasiaku sendiri.
 “Astaga, apakah yang aku lakukan ini salah…?”
“Bagaimana cara menghilangkan pikiran mesumku tentang ayah mertuaku…?”
“Apakah aku adalah seorang menantu yang mesum...?”

***

Aku yakin jika hingga detik ini, pak Bakri masih aktif melakukan hubungan seksual dengan bu Mirna, meskipun aku belum pernah sama sekali melihat atau mendengar aktifitas bercinta mereka. Hingga pada akhirnya, aku putuskan untuk memulai bermain api dengan ayah mertuaku. Aku memutuskan untuk merayunya dengan cara apapun. Dengan postur tubuh 160 cm, kulit kuning langsat, berambut hitam lurus sepanjang punggung, payudara 36D, dan pantat yang membulat, aku yakin jika asetku ini dapat menaklukan ayah mertuaku. Untuk menunjang ide mesum ini, ketika aku berada dirumah, aku sengaja untuk mengenakan daster pendek berbahan katun tipis dengan bukaan leher yang lebar guna memperlihatkan kemontokan daging payudaraku. Terkadang aku juga sering mengenakan celana pendek plus tanktop guna memperlihatkan lekuk pinggang dan  perut rampingku. Aku sadar, jika didalam rumah yang aku tempati ini masih ada ibu mertua dan suamiku, sehingga untuk melakukan niatan mesum kepada ayahku ini, aku harus lebih berhati-hati. Sangat berhati-hati. Secara rutin, dikarenakan jarak antara rumah tempat kami tinggal dan lokasi kerja suamiku cukup jauh, Mas Budi selalu meninggalkan rumah sekitar pukul 7.30 pagi di setiap harinya. Ibu bertuaku, berangkat setelah suamiku beranjak ke kantor, sekitar 15-20 menit kemudian. Dan, ayah mertuaku dikarenakan kantor tempatnya bekerja cukup dekat, ia selalu berangkat pukul 10 kurang 15 menit. Melihat jam kerja orang-orang yang tinggal di rumah ini, aku memiliki waktu di pagi hari sekitar 2 jam-an untuk dapat melakukan rencana penaklukan kepada ayah mertuaku. Terlebih karena aku tak bekerja, aku memiliki waktu yang cukup leluasa untuk menggoda ayag mertuaku sebelum beliau berangkat kerja. Biasanya, setelah suami dan ibu mertuaku berangkat kerja, aku yang semula menggunakan daster panjang, langsung mengganti pakaianku dengan daster jelek berukuran mini.
“Adek malas jika harus beraktifitas dengan mengenakan daster bagus mas…” alasan yang selalu aku lontarkan kepada mas Budi setiap kali ia merasa bertanya padaku. “Terlebih… di rumah sudah nggak ada siapa-siapa lagi…” tambahku.
“Tapi khan masih ada bapak dek…”
“Ya ampun mas…. Memangnya kenapa? Toh adek sudah menganggap bapak mas sebagai ayah adek sendiri…”

Seumur pernikahanku, mas Budi tak pernah menang jika berdebat tentang pakaian denganku. Ia selalu memaklumi semua alasanku. Padahal, jika ia tahu maksudku yang sebenarnya, mungkin ia tak akan pernah membiarkan istri tercintanya ini memamerkan aurat tubuhnya dengan leluasa. Ada banyak cara yang bisa aku lakukan untuk dapat menarik perhatian ayah mertuaku. Seperti ketika aku menyapu, aku lebih sering membungkuk untuk membersihkan kolong furniture, tujuannya tak lain adalah, supaya aku bisa memperlihatkan gelantungan daging payudaraku ketika aku menunduk. Ketika mengepel lantai, aku lebih sering berjongkok guna memperlihatkan pada dalam dan CD miniku. Ketika aku mencuci bajupun, aku sangat sering untuk membasahi atasan dasterku guna memperlihatkan lekuk bentuk payudaraku, dan ketika aku menjemur baju, aku sengaja memilih lokasi yang terkena banyak sinar matahari, guna memamerkan siluet indah tubuhku. Semua aku lakukan demi satu tujuan, mendapat perhatian dari ayah mertuaku. Setiap kali aku melakukan pekerjaan rumah (dengan cara seksi tentunya), seringkali aku lihat ayah mertuaku secara malu-malu mengintip. Namun begitu aku memandang ke arahnya, ia buru-buru mengalihkan pandangannya sambil tersenyum simpul. Melihat senyum ayah mertuaku, entah kenapa selalu yang selalu membuatku mabuk kepayang. Dan melihat senyum simpulnya, aku semakin yakin jika selama ini beliau menikmati pameran aurat yang aku lakukan selama ini. Karena setelah aku tak lagi melihat ke arahnya, aku tahu jika ia buru-buru menatap tajam ke arah tubuh seksiku ini. Dengan cara ini, aku mendapat banyak sekali kesenangan. Dan anehnya, hanya dengan melihat senyum dan lirikan mata ayah mertuaku ketika beliau menatap tajam kearahku, vaginaku bisa saja langsung membecek basah. Dan ujung-ujungnya, aku bisa merasakan orgasme hebat dengan cara bermasturbasi dengan hanya membayangkan ayah mertuaku.
“Aku harus melakukan sesuatu yang jauh lebih binal lagi… Aku harus bisa membuatnya tertarik padaku... Aku harus mendapatkan kehangatan tubuh ayah mertuaku… Aku harus bisa membawanya masuk ke dalam dekapanku dan aku harus bisa membuat beliau meniduriku…”
Perlahan tapi pasti, aku menyadari jika ada sedikit perubahan dari sikap dan perhatian pak Bakri padaku. Lirikan mata yang semula hanya mencuri-curi pandang kea rah tubuh seksiku, sekarang sudah berani menatap dengan tajam. Senyum yang semula hanya tergurat tipis di wajahnya, sekarang sudah lebih sering terlihat lagi. Sepertinya, pak Bakri  mencoba untuk bisa ‘berkomunikasi’ dengan cara yang lebih intim lagi kepadaku. Bahkan tak jarang, ayah suamiku itu dengan sengaja menepuk atau mengusap tubuhku selagi ia berbicara denganku. Sengaja membuat chemistry yang ada diantara kami berdua menjadi lebih dekat. Hingga suatu hari, aku memutuskan untuk menunjukkan hal yang lebih kepada ayah mertuaku. Hal yang membuat ayah mertuaku tahu apa tujuanku kepadanya selama ini. Dengan cara memamerkan ketelanjangan tubuhku.

***

Rumah kami adalah rumah petak dengan 2 kamar tidur yang saling berdampingan. Disebelah kamar tidur, terdapat ruang tengah ber-TV, yang diletakkan tepat di depan kamar tidurku. Di ruang tengah terdapat sofa yang menghadap kamar tidurku, dan jika ada seseorang yang menonton TV disitu, dia bisa saja melihat melihat semua kegiatan yang terjadi di dalam kamar melalui pintu kamar tidurku. Inilah kunci utama yang bisa membuat rencana mesumku berhasil. Hari itu, di suatu pagi yang cerah, setelah mas Budi dan bu Murni berangkat kerja, pak Bakri sedang menonton acara kegemarannya di TV.  Mengetahui jika ayah mertuaku sedang asyik-asyiknya menonton TV, aku segaja lewat di hadapannya dan segera masuk ke dalam kamar tidurku. Aku biarkan pintu kamar tidurku sedikit terbuka, berharap ayah mertuaku bisa melihat aktifitasku di dalam kamar. Setelah berada di dalam kamar, aku kembali mondar-mandir didalam kamar, dengan tujuan supaya ayah mertuaku tahu kesibukanku di dalam kamar. Dan setelah ayah mertuaku sadar akan kesibukanku, inilah waktunya aku melakukan pertunjukan perdanaku. Pada awalnya, dengan posisi tubuh yang membelakangi pintu kamar tidurku yang masih sedikit terbuka, aku sengaja membuka daster pendekku yang basah karena air sisa cucian. Kuangkat perlahan ujung bawah daster basah itu dan kuangkat naik ke atas kepalaku. Semua aku lakukan dengan gerakan lamabat dan sedikit menggoyang-goyangkan pinggangku. Dan setelah daster basah itu melewati kepalaku, aku tak langsung meletakkan daster itu ke tempat cucian kotor yang ada di sudut kamar, melainkan berdiam diri sejenak sambil memamerkan belakang tubuhku yang hanya tinggal mengenakan CD dan bra.
“Pak Bakri… Silakan lihat tubuh setengah telanjang menantumu ini pak…” kataku dalam hari. Beberapa kali, aku kembali mondar-madir di dalam kamar, dengan tujuan supaya ayah mertuaku bisa melihat keseksian tubuhku.
Aku tahu pasti, jika saat itu ayah mertuaku sudah tak lagi konsentrasi dengan acara yang ada di TV. Karena kulihat dari ekor mataku, pak Bakri berulang kali menatap tajam kearah pintu kamar tidurku yang tak tertutup itu. Dan aku pasti, beliau sangat memperhatikan semua gerak gerikku di dalam kamar ini. ASTAGA….seluruh tubuhku gemetar dengan penuh kegembiraan. Detak jantungku berdebar dengan kencang, mukaku terasa memanas dan seluruh bulu kudukku seketika merinding. YUP, itu adalah tanda kegembiraan dan gairah seksualku yang mulai meninggi. Setelah beberapa kali mondar-mandir di dalam kamar dengan hanya mengenakan bra dan CD saja, aku pikir, sekaranglah saatnya aku melucuti semua pakaian dan mempertontonkan ketelanjangan tubuhku yang sebenarnya kepada ayah mertuaku. Jika tadi aku melepas daster basahku dengan posisi tubuh membelakangi pak Bakri, sekarang aku berbuat yang sebaliknya. Aku ingin memperlihatkan keseksian tubuhku dari arah depan. Kembali aku memposisikan tempat berdiriku di depan pintu kamar tidurku yang terbuka. Kutekuk kedua tanganku kebelakang punggungku guna membuka klip bra, dan membiarkan mangkok pakaian dalamku jatuh bebas ke lantai.
“Pak Bakri…. Lihatlah payudara menantumu ini….” batinku lagi seiring menelungkupkan payudaraku dengan kedua tanganku. Bra-ku meluncur jatuh dengan cepat, dan payudaraku pun ikut-ikutan terbebas, melompat dengan indahnya ke arah pusar.
Aku melakukan semua hal itu dengan gaya lambat, supaya pak Bakri bisa menikmati ketelanjangan tubuh menantu putrinya ini dengan lebih seksama.
 Jantungku berdetak semakin cepat, dan wajahku terasa makin memanas. Mendadak, aku merasa hembusan angin dari AC yang ada dikamar tidurku begitu dingin. Karena merasa kedinginan bercampur horny,  bulu kudukku kembali berdiri, putung payudaraku mencuat, dan yang pasti vaginaku makin basah. Dari sudut mataku, aku sedikit melirik ke arah ruang tengah untuk memperhatikan ayah mertuaku.
“Dia tidak lagi menonton TV…. Dia lebih mengawasi diriku yang sedang ada di kamar ini…” batinku.
Dengan berpura-pura tak menyadari tatapan tajam pak Bakri, ayah mertuaku, beberapa kali aku melepas tangkupan tangan pada payudaraku, membiarkan payudaraku bergoyang kesana kemari sambil berdiri menghadap kearahnya ayah mertuaku. KREEK  KLETEK
“Hhhhhh… leganya….” Ucapku pelan sembari berlagak melakukan kebiasaan.
Dengan sengaja, aku memelintirkan pinggangku ke kanan dan kekiri guna melepas pegal. Padahal tujuannya sudah jelas, aku ingin membiarkan pak Bakri melihat daging payudaraku terlempar kekanan dan kekiri seiring putaran tubuhku. Puas memperlihatkan gerakan payudaraku, aku lalu membungkukkan punggungku untuk mengambil daster dan bra-ku yang ada ditelapak kakiku. Saat aku membungkuk, aku tahu jika gumpalan daging yang ada di dadaku itu lagi-lagi bergoyang dan bergelayutan jatuh karena gravitasi. Dan seiring aku berjongkok, kembali aku melihat ayah mertuaku yang hanya terbengong-bengong menatap ketelanjangan tubuh indahku. Kulempar daster dan bra kotorku ke dalam keranjang cuci yang ada di sudut kamar, dan kemudian aku mulai menurunkan CDku.
 “Pak Bakri…. Inilah sajian utama dari menantu liarmu ini…” kataku dalam hati sambil mulai menyelipkan kedua ibu jariku ke karet celana.
CD ini menempel erat di pinggang dan pantatku, dan aku harus menggoyangkan pantatku guna bisa melepas celana ini dengan cepat. Sekilas, aku merasa seperti sedang berdansa ketika menyambut ketelanjanganku. Dan melihat ayah mertuaku yang masih tak percaya akan apa yang dilihat oleh kedua bola matanya, aku sengaja memutar tubuhku dan membungkukkan punggungku lagi. Kali ini aku memposisikan tubuhku dengan pantat yang menghadap kearah ruang tengah. Tujuanku hanyalah supaya ayah mertuaku bisa melihat betapa becek dan basahnya vaginaku saati ini.
“YA TUHAAANNN…. Apa yang sedang aku lakukan..?” tanyaku dalam hati,

Mendadak aku mendengar langkah kaki. Dan seiring dengan suara itu, tiba-tiba aku merasa sangat bergairah. Aku berbaring di tempat tidur dengan keadaan tubuh telanjang, berharap ayah mertuaku mendekat dan memasuki kamar tidurku. Dan entah darimana, aku tiba-tiba berinisiatif untuk segera meraba selangkangan, menyentil clitoris dan membenamkan kedua jemari lentikku dalam-dalam kelubang kewanitaanku. Segera saja, aku mulai bermasturbasi. Karena birahiku yang sudah begitu tinggi, aku seolah tak peduli jika saat itu ada lelaki lain yang sedang melihat ketelanjangan diriku. Aku benar-benar tak mampu menahan lagi rasa gatal yang menggelitik vaginaku. Aku ingin sesegera mungkin menggaruk dan memuaskan keinginan birahiku. Dan segera saja, kedua jemariku mulai membawa kenikmatan seiring kocokan tajamnya pada vaginaku. Hingga akhirnya, ada semburan panas yang menyeruak ganas pada rongga rahim, dinding vagina dan bibir kewanitaanku.
“OOOooooouuuugggghhhh….” Aku orgasme. Vaginaku mengejang. Memijit, meremas dan menghisap kedua jariku dengan kuat. Ini adalah orgasme masturbasi terkuat yang pernah aku rasakan.
Mendadak pandanganku gelap, otot-ototku melemas, dan pikiranku terasa bebas. Nafsuku menghilang dan tubuhku terasa begitu ringan. LEGA sejenak, setelah mengatur nafas sehabis orgasme, aku tiba-tiba sadar, jika aku baru saja melakukan masturbasi di hadapan pak Bakri, ayah mertuaku. Kuberanjak dari tempat tidur dan segera mengambil handuk di yang menggantung di balik pintu kamar tidurku. Kulilitkan handuk itu di tubuhku dan mengintip kearah ruang tengah. Dengan jantung yang masih berdebar-debar, aku memberanikan diri untuk mengintip keluar dari kamar tidurku berharap pak Bakri masih ada disitu. Namun harapanku ternyata sia-sia, karena ruang tengah tempat ayah mertuaku tadi berada sekarang kosong. Yang ada hanyalah suara TV yang masih menyiarkan acaranya.
“Kemana pak Bakri berada?”
Entah mendapat pemikiran darimana, aku tiba-tiba ingin memeriksa area kamar mandi dekat dapur. Dan ternyata benar, ayah mertuaku berada di dalam kamar mandi itu.
“Sedang apa ya kira-kira ayah mertuaku di dalam kamar mandi…? Apakah ia sedang onani…?” tanyaku dalam hati.

Dengan hati-hati aku mendekat kearah pintu kamar mandi dan menempelkan telingaku ke pintu. Aku bisa mendengarnya terengah-engah dan kemudian, aku terkejut saat dia mengatakan…..
“Ohh... Fara… kenapa kamu menggodaku nduk…?” ucap ayah mertuaku sambil mendesah-desah keenakan.
“Pak Bakri pasti sedang onani….” Ujarku dalam hati. “Iiya… Pasti pak Bakri sedang mengocok penis besarnya…”
Mendadak, rasa penasaran pada diriku muncul seiring dugaan-dugaan yang ada pada otakku. Mendadak aku ingin melihat, seperti apa bentuk batang kejantanan pak Bakri ini. Mendadak aku ingin tahu, seperti apa penis yang kelak bakal mengaduk-aduk liang senggamaku.
“Lubang kunci…” Ucap otakku yang dengan cepat memerintahkan mataku untuk mengintip kedalam kamar mandi. Dan segera saja, aku berjongkok dan mulai memeriksa keadaan yang sedang terjadi di dalam sana.
“WOOOOWWWWWW……” pekikku kegirangan.
Melihat ada yang ada di dalam kamar mandi, aku merasa begitu senang. Sesenang ketika seorang wanita menemukan barang idaman ketika obral besar, akupun merasa seperti itu ketika mengetahui seperti apa barang kebanggaan ayah mertuaku. Benar-benar jauh lebih menakjubkan daripada yang selama ini aku bayangkan.
“Ya Tuhan…. Penis pak Bakri begitu besar… Jauh lebih besar daripada penis mas Budi…” girangku sambil terus menatap segala aktifitas yang terjadi di dalam kamar mandi.
Dengan brutal, pak Bakri mengocok batang penis besarnya. Beliau mencekik dan menarik-narik daging yang ada di selangkangannya seolah besok tak ada kesempatan untuk dapat beronani lagi. Kepala penisnya sangat besar dan berwarna sangat merah, batang penisnya hitam dengan urat-urat yang menonjol disekujur batangnya.
“Fara… Kau membuatku begitu bernafsu… Andai saja kamu bukan menantuku… Pasti sudah aku lumat tetek montokmu… Pasti sudah aku nikmati tubuh seksimu nduk… Shhhh….” Desah pak Bakri dari dalam kamar mandi.
“Fara… jika saja kamu bukan istri anakku… Sudah aku hajar memek becekmu ndukk… Kusodok dengan kontol besarku… Aku pengen menidurimu kamu ndukkk… Aku pengen ngentotin kamu nduuukkkk..... Ooouugghh….Ssshhhh….”
“OH MY GOD…
“Apa yang telah aku lakukan…?”
“Aku telah membuat ayah mertuaku ini terangsang secara seksual… “
“Aku telah menyebabkan ayah suamiku ini bermasturbasi dengan membayangkanku.”
 Mendadak aku merasa begitu bersalah.
“Seharusnya… Aku tak pantas berbuat seperti ini… Aku adalah istri dari anak kandungnya… Aku adalah wanita yang seharusnya tak memamerkan tubuhku kepada orang lain… Aku juga seharusnya tak sepatutnya bermasturbasi dengan membayangkan ayah mertuaku…”
Namun di satu sisi aku merasa sangat terangsang. Mendengar desahan ayah mertuaku yang sedang bermasturbasi dengan membayangkan diriku, aku menjadi benar-benar tersanjung. Nafsuku kembali muncul, sehingga aku kembali bergegas ke kamar tidurku dan langsung berbaring di atasnya. Jemari tanganku kembali menyelinap masuk ke dalam celah sempit vaginaku yang masih basah dan aku mulai mengocoknya sambil membayangkan penis ayah mertuaku mengaduk-aduk vagina sempitku. Aku tutup mata dan mulai mendesah-desah. Masturbasi keduaku pun mulai mendekat, dan tak beberapa lama, aku kembali  merasakan nikmat pada pangkal kakiku. Merasakan orgasme yang dahsyat itu membuat tubuhku menggeliat-geliat, hingga pada akhirnya aku merasa lemas, ngantuk dan tertidur pulas dengan pintu kamar yang masih terbuka lebar. Biarkan saja pintu kamar tidurku itu menjadi saksi bisu tentang kemesuman yang bakal terjadi di rumah ini. Tak lama, aku mengantuk dan aku tertidur dalam kondisi terlentang tanpa selembar pakaian pun

***

Sore itu, aku sedang menunggu kepulangan mas Budi, suamiku, dan aku benar-benar tak sabar untuk dapat segera bercinta dengannya. Begitu ia pulang, tanpa basa-basi, aku segera mencium dan mengajaknya masuk ke kamar tidur. Kami berdua langsung bercinta habis-habisan. Berulang kali aku memejamkan mata setiap kali mas Budi menusukkan batang penisnya ke vaginaku. Sambil tersenyum-senyum aku membayangkan jika penis yang menusukku adalah penis Pak Bakri, penis besar ayah mertuaku. Dengan membayangkan sosok ayah mertuaku, aku merasakan jika ia benar-benar nyata. Aku sama sekali lupa jika saat itu, lelaki yang meniduriku adalah suamiku sendiri.
“Kamu keliatannya sange banget dek malam ini…” Tanya suamiku keheranan.
 Sebuah kalimat yang amat teramat susah buat aku jawab. Apa jadinya aku jika menjawab pertanyaan suamiku “Iya mas… adek sange karena tadi siang adek masturbasi di depan bapak…”
Aku hanya bisa mendesah-desah sambil memintanya untuk semakin mempercepat tusukannya. Hingga sebuah gelombang orgasme datang menggulung tubuhku untuk tenggelam bersamanya.
“Maaasss…. Terus mas… adek mau keluar… maaasssss….” Jeritku sambil terus meminta suamiku supaya semakin mempercepat sodokan penisnya.
Seumur hidupku, aku hampir sama sekali tak pernah merasakan kenikmatan orgasme sedahsyat itu.
“Baru membayangkannya saja, aku sudah orgasme sedahsyat ini…” Aku jadi merinding sendiri, membayangkan bagaimana nikmatnya jika persetubuhan yang aku lakukan saat ini adalah persetubuhan dengan ayah mertuaku.
“Aku mau keluar dek…” pekik suamiku yang ternyata belum orgasme.
 Karena keasyikan menikmati lamunan dengan ayah mertuaku, aku benar-benar lupa, jika dalam persetubuhan ini, masih ada seseorang yang belum mendapatkan puncak kepuasannya.  Suamiku dengan susah payah mendaki gunung kenikmatan seorang diri.
“Oooouuuugghhtt… terus mas… terus…” desahku pura-pura.
“Aku keluarin di dalam ya dek….?”
“Iya mas… keluarin di memek adek aja…” jawabku sekenanya.
Entah apa yang terjadi dengan diriku saat ini. Setelah aku orgasme karena membayangkan persetubuhan dengan penis besar pak Bakri, aku menjadi sama sekali kurang tertarik lagi untuk melakukan persetubuhan dengan suamiku. Yang walau aku cukup menikmatinya, aku menjadi kurang bernafsu akan penis kecil suamiku. Hingga akhirnya, kami berdua sama-sama kelelahan dan ketiduran dalam kondisi tubuh bergelimang keringat.

***

Pagi telah tiba, dan kesibukan aktifitas sudah kembali seperti hari-hari biasanya. Namun ada satu hal yang sedikit beda dari hari-hari sebelumnya. Yaitu, aku yang sekarang merasa agak malu ketika menghadapi pak Bakri.  Tahu jika beliau melihatku kearahku saja, aku sudah merasa belingsatan. Dadaku mendadak berdetak lebih cepat dan nafasku mendadak sesak, seperti orang yang terkena sakit asma. Cara pandang pak Bakri kali ini benar-benar beda dari biasanya, agak aneh. Aku merasa, aku harus menghidar darinya untuk beberapa saat ini. Namun, tak selamanya aku bisa menghidar dari ayah mertuaku, mengingat jika selama ini aku masih tinggal bersama di rumah ini. karena setelah mas Budi dan bu Murni pergi bekerja, mau tak mau, kamipun berduaan lagi di dalam rumah.  Waktu itu pak Bakri menonton TV dan aku harus melakukan pekerjaan rumah tangga. Pagi itu, entah kenapa, aku merasa suasana yang terjadi diantara kami begitu canggung. Ini tak boleh terjadi, aku harus bisa memecahkan suasana yang dingin ini.
 “Pak… Bapak mau saya buatkan teh…?” tanyaku sopan.
“Hmmm… boleh deh nduk….” Jawab ayah  mertuaku.
 Mendengar jawaban pak Bakri, aku segera kedapur dan membuatkannya segelas teh. Dan setelah minuman teh itu jadi, aku segera menyajikannya padanya.  Entah karena takut, sungkan, penasaran atau sudah gila, mendadak, niat isengku muncul lagi. Tiba-tiba aku ingin memamerkan tubuhku lagi kepada pak Bakri. Dan sebuah ide terbersit dikepalaku.Jika biasanya aku membuat teh, di dapur, kali ini aku ingin membuatkan teh untuk beliau tepat didepan mukanya. Segera saja aku siapkan secangkir air panas, teh celup, gula dan sendok kecil yang aku susun diatas nampan. Setelah itu, aku menuju ruang tengah untuk membuatkan secangkir teh untuk ayah mertuaku.
“Pak ini tehnya…” ucapku sambil meletakkan secangkir air panas itu di hadapannya. Aku sengaja memilih posisi berdiri di depan TV, sehingga mau tak mau, pak Bakri melihat diriku.
“Tehnya dicelup dulu ya pak….” Ucapku lagi sambil mencelupkan kantong teh ke dalam cangkir yang berisi air panas itu.
Dikarenakan posisi meja ruang tengah yang cukup rendah, aku harus membungkuk guna bisa agak nyaman mencelupkan kantong teh ke dalam cangkir. Sekaligus memamerkan daging payudaraku yang tersembunyi di dalam dasterku dari celah leher daster. Aku tahu jika celah leher daster yang rendah ini dapat memberikan penampakan payudaraku dengan begitu jelas, oleh karenanya aku sengaja berlama-lama berdiri dalam posisi membungkuk seperti ini.

“Gulanya berapa sendok ya pak…? Saya lupa…” tanyaku lirih, sambil melirik genit kearah pak Bakri.
“Sa… satu sendok….” Ucapnya terbata-bata. Pak Bakri mendadak mengalihkan pandangan kearah TV ketika aku bertanya. Padahal aku tahu, jika sedari tadi,beliau sedang asyik-asyiknya menatap goyangan payudara menantunya.
 Kembali aku tinggal di posisi membungkuk seperti itu selama lebih dari waktu yang dibutuhkan, dan sekilas aku melihat mata ayah mertuaku kembali menatap paudaraku yang masih menggelantung di dalam dasterku. Dan kejadian lucu terjadi. Saat ayah mertuaku mengangkat cangkir teh, tangannya gemetar dan napasnya menjadi lebih cepat.
“Kenapa pak….?” Tanyaku pelan.
“Ennggaa… Enggak kenapa-napa kok…” jawabnya sambil cepat-cepat menyeruput teh yang masih mengepulkan asal putih.
“Wuha,,, fuuuhhh…fuhhh… ternyata tehnya masih panas nduk…” tambahnya lagi.
“Hati-hati pak…” saranku sambil tersenyum.
 Melihat pak Bakri yang kikuk seperti itu, aku menjadi merasa yakin, jika saat ini, pikirannya sudah mulai teracuni kembali oleh imajinasi liarnya tentang diriku. Karena ketika melihat kearah sarung yang selalu ia kenakan ketika dirumah, aku melihat ada sebuah benda yang mencuat dari tengah selangkangannya.
 “ASTAGA… pak Bakri sama sekali tak mengenakan CD di dalam sarungnya…” kagetku dalam hati.
 Tiba-tiba aku merasa sangat canggung dan aku segera pamit lalu bergegas ke kamarku. Setelah beberapa saat, aku mendengar ayah mertuaku beranjak dari ruang tengah dan pergi dengan buru-buru kearah kamar tidurnya.
 “Dia pasti sedang sange-sangenya…” ujarku dalam hati.
 Melihatnya gelisah karena nafsu, semangatku untuk mendapatkan cinta ayah mertuaku pun semakin  menjadi-jadi. Karena, segera saja sebuah ide, kembali muncul dalam pikiran jorokku.
 “Aku ingin pak Bakri mengintipku ketika aku mandi…” itu ide cemerlangku hari ini.
 Cepat-cepat, aku segera ke dalam kamar, mengambil handuk dan segera berjalan ke arah kamar mandi yang ada di dekat dapur. Dan ketika aku lewat di depan kamar tidur ayah mertuaku, dengan sengaja aku mengetuk pintu kamarnya.
 “Pak… saya mau mandi dulu…kalo butuh apa-apa tinggal bilang saja... “ kataku pelan dari balik pintu kamar tidur ayah mertuaku.
 Entah keberanian darimana, aku berkata seperti itu. Karena perbuatan barusan sama sekali tak pernah aku lakukan selama ini. Rumah kami, hanyalah rumah kecil yang hanya memiliki dua kamar mandi. Satu kamar mandi utama yang ada di dalam kamar tidur pak Bakri, dan satu kamar mandi umum yang ada di dekat dapur. Kamar mandi di rumah ini, semua menggunakan pintu yang memiliki gagang kenop pintu model kuno. Gagang kenop yang memiliki lubang kunci di bagian bawahnya.

Biasanya, aku menggantungkan salah satu pakaian di gagang kenop pintu tersebut guna mencegah orang lain mengintip. Namun kali ini, aku sengaja tak meletakkan apapun pada gagang kenop pintu itu supaya pak Bakri bisa mengintip tubuh telanjangku ketika mandi dari luar. Supaya beliau tahu jika aku sudah berada di dalam kamar mandi, aku dengan sengaja sedikit membanting pintu kamar mandi. Cepat-cepat aku melepas semua pakaian yang ada di tubuhku dan bersiap-siap untuk melakukan pameran tubuh telanjangku padanya. Sementara aku melucuti semua pakaian, berulang kali aku melirik ke arah lubang kunci yang ada di pintu kamar mandi, untuk memastikan apakah pak Bakri sedang menonton. Penantian ini membuat tubuhku menjadi panas dingin. Putting payudaraku langsung mengeras dan lendir vaginaku mulai merembes. Nafsu birahiku pun mulai datang, tubuhku mulai merinding dan detak jantungku mulai berdetak dengan kencang. Kucubit putting payudaraku dan kuremas daging 36Dku keras-keras. Aku mengerang keras keenakan merasakan sensasi geli yang mendadak timbul seiring remasan tanganku ke payudaraku. Tak tinggal diam, dengan tangan kananku, aku meraba vaginaku yang sudah benar-benar basah. Menggelitik klitorisku dan mulai memasukkan jari tengahku kedalam celah kenikmatanku. Kali ini aku tak langsung mandi, melainkan bermain-main dengan aurat tubuhku terlebih dahulu. Sampai beberapa saat kemudian, dari bawah pintu kamar mandi, aku melihat ada bayangan mondar-mandir di depan pintu kamar mandi. Hingga pada akhirnya, bayangan itu sekarang tak bergerak, berada tepat di depan pintu kamar mandi. Aku kembali melihat ke arah lubang kunci dan, YUP...aku bisa memastikan jika pak Bakri sedang mengawasiku dari situ. Dan aku tahu apa artinya, inilah saatnya pertunjukanku dimulai. Dengan punggung yang menghadap ke arah lubang kunci, aku sengaja melebarkan kedua kakiku. Hal pertama yang akan aku pamerkan kali ini adalah, pantat bulatku. Pantat indah yang cukup lebar, yang selalu membuat banyak lelaki melirik ketika aku berjalan, dan aku bangga karenanya. Kulebarkan kedua kakiku, membuat pipi pantatku terlihat menonjol. Perlahan, sambil menyenandungkan sebuah lagu, aku geleng-gelengkan bongkahan pantatku dan kemudian aku meraba serta meremas daging bulat yang ada di balakang tubuhku ini. Dari bayangan yang ada di bawah pintu kamar mandi, aku tahu jika pak Bakri saat ini masih mengintip.  Dan hal itu membuatku semakin bernafsu. Aku  lalu membungkuk dan membuka celah pantatku lebih lebar lagi. Aku sengaja menarik pipi pantatku kekanan dan kekiri, guna mempertontonkan celah kenikmatanku yang sudah benar-benar membecek. Merasa pertunjukkan tubuh telanjangku sudah terlalu lama, aku memutuskan untuk segera mandi.

Aku guyurkan air dingin melaui shower yang menggantung di atas kepala, dan mengusap kulit putih mulusku. Aku mengambil sabun dan mulai kululurkan ke sekujur tubuhku. Dari posisi yang memunggungi lubang kunci, sekarang aku memutar tubuh ke samping dan mulai menggosokkan sabun pada payudaraku. Aku sengaja menggosok payudara dengan posisi menunduk, supaya pak Bakri bisa melihat, betapa indahnya daging yang menggelantung di dapan dadaku ini. Setelah itu, aku kembali memutar tubuhku dan bersandar pada dinding kamar mandi. Kali ini posisiku berdiri, tepat berhadap-hadapan dengan arah lubang kunci.
“Ooouuugghh….Ssshhh…..” desahku ketika aku berulang kali mengusap dan meremas payudaraku sembari mandi.
 Dengan kedua tangan, aku tangkap daging besar payudaraku dan mulai memijit mereka bersama-sama. Putting merah mudaku yang mengeras pun seolah tak mau ketinggalan, mereka sepertinya ingin dipertontonkan juga. Aku pilin kedua putting payudaraku dan kembali mendesah…
“Ooouuughh.. Pak Bakri… kenapa kau selalu menggodaku…? Daging besar yang menonjol di selangkanganmu… Mendadak membuatku terangsang…” bisikku lirih sambil terus menilin putting payudaraku.
“Pasti kontolmu jauh lebih besar daripada kontol mas Budi… pasti bu Marni selalu ketagihan merasakan sodokan kontol panjangmu…” desahku lagi sembari mulai menyentil-nyentil daging klitorisku.
“Ouuugghhh… Pak Bakri… andai kau adalah suamiku… aku akan selalu memintamu untuk meniduriku setiap saat… Entotin aku pak Bakri… ENOTin menantumu ini…”
Melakukan adegan menggairahkan seperti ini, aku merasa tubuhku menjadi begitu panas.  Dengan satu tangan, aku dorong payudaraku ke atas dan mencoba untuk menghisap salah satu putingku. Tanpa kesusahan, lidahku mulai menyentuh puting dan menggoda mereka dengan menggerak-gerakkan lidahku. Aku lalu membalikkan tubuhku kembali, membelakangi lubang kunci dan memamerkan kebulatan pantatku. Lagi-lagi, aku membungkukkan tubuhku dan melebarkan kakiku jauh-jauh. Aku ingin memperlihatkan kepada pak Bakri, sebecek apa vaginaku saat ini. Jari yang semula hanya mengais-ngais klitorisku, sekarang sudah mulai mengobok-obok dengan gencarnya. Tidak hanya satu jari, melainkan 2 jari. Keluar masuk, keluar masuk, keluar dan masuk dengan lincahnya.
 “Oooouughh… pak Bakri… entotin menantumu ini…” ucapku lagi dengan nada yang agak lebih keras.
Entah darimana aku mendapat ide untuk melontarkan kalimat-kalimat mesum itu, yang jelas, aku semakin terangsang dan bersemangat ketika melakukannya. Walau aku tak tahu apakah kalimat-kalimat mesum barusan bisa terdengar oleh pak Bakri yang sedang mengintip dari lubang kunci, tapi aku yakin jika beliau mampu melihat nafsu gerak tubuh telanjangku. Saat ini, ayah mertuaku pasti sangat menginginkanku dan pastinya, aku juga sangat menginginkan dirinya. Kutusukkan jari tanganku lebih dalam lagi, dan kukencangkan desahan eranganku.

Dari gerak-gerik bayangan yang ada di balik pintu, aku bisa tahu jika saat ini, ayah mertuaku sangat terangsang. Dan dengan membayangkan yang ia lakukan dibalik pintu, membuatku semakin bersemangat untuk mempertontonkan adegan mesumku kepada beliau.
“Masa bodoh pak Bakri akan menganggapku seperti apa… Yang jelas… Aku sama sekali tidak rugi untuk mempertontonkan kemesumanku padanya…” batinku.
Merasa sedikit capek karena melakukan masturbasi sambil berdiri, aku memutuskan untuk berbaring di lantai kamar mandi dengan vagina yang mengarah frontal ke lubang kunci. Kulebarkan kaki jenjangku dan kuberikan pandangan organ intimku yang sedang aku hajar dengan jemariku pada pak Bakri. Aku angkat salah satu kakiku ke udara dan berusaha membuat posisi yang lebih menantang. Dan dalam posisi itu aku mendorong jari-jemariku lebih gencar lagi, dan berusaha menunjukkan pada ayah mertuaku jika aku adalah wanita yang benar-benar cabul. Hingga beberapa saat kemudian, aku merasakan kehangatan yang muncul dari dalam rahimku. Aku akan orgasme…
 “Ooohhhh… oooohhh… ohhhhsss…. Pak Bakri…. Aku mau keluar pakk… menantumu akan keluar….” Teriakku lantang. Kali ini, tanpa rasa malu sedikitpun aku sengaja meneriakkan namanya.
 Tubuhku bergetar tak karuan, sensasi gelijang kenikmatan itu membuat tubuhku mendadak lemas tak berdaya. Empotan daging vaginaku terasa begitu kencang, mengigit jemari tanganku yang masih menggosok dan mengobel lirih celah kenikmatanku.
 “Ooohhh.. pak Bakri…” teriakku lagi.
 Nafasku terasa begitu pendek, aku terengah-engah sambil sejenak istirahat, menggeletakkan badanku di dinginnya lantai kamar mandi. Orgasme kali ini terasa begitu dahsyat, begitu nikmat. Untuk beberapa saat, aku coba mengatur nafas, dan sedikit melirik ke arah lubang kunci di pintu kamar mandiku. Ayah mertuaku masih setia mengintipku dari situ. Namun, tunggu sebentar. Ketika aku melihat celah yang ada di bawah pintu kamar mandi, sepertinya aku menemukan ada sedikit hal yang janggal. Aku melihat, ada tetesan lendir kental berwarna bening yang menetes turun dari balik pintu kamar mandi. Dan setelah sedikit aku perhatikan, ternyata lendir itu adalah.
 “AASSSSTTAAAGAAA…”
 Aku bisa memastikan jika lendir kental itu adalah sperma. Pak Bakri pasti beronani dari balik pintu kamar mandi. Ayah mertuaku pasti sangat terangsang dan membayangkan kenikmatan yang ia peroleh jika bersetubuh denganku. Mendadak, aku ingin sekali menyentuh tetesan sperma yang menetes di balik pintu kamar mandiku. Aku ingin mengendus aroma sperma dari lelaki yang selalu aku bayangkan. Aku ingin merasakan bagaimana rasa dan teksturnya ketika sperma itu berada di dalam mulutku. Aku ingin merasakannya. Tiba-tiba, aku memutuskan untuk menangkap basah ayah mertuaku. Aku ingin dia tahu jika sedari awal aku sadar akan kehadirannya di luar kamar mandi. Jadi aku sengaja mengambil keran shower, dan menyemprotkannya keras-keras ke arah lubang kunci kamar mandi. Dan benar, sepertinya semburan air dari keran shower itu mengenai tubuhnya. Karena beberapa saat kemudian, aku melihat bayangan yang ada di balik pintu kamar mandi ini bergerak mundur dan terdengar suara pantat terduduk mirip suara orang terjengkang. Lalu dengan buru-buru, aku selesaikan mandiku yang tertunda, membungkus tubuh basahku dengan handuk dan langsung membuka pintu untuk keluar.

Seterbukanya pintu kamar mandi, aku tak melihat pak Bakri disitu.
“Cepat sekali perginya bapak tua itu…” batinku dalam hati.
Alih-alih mendapati ayah mertuaku di balik pintu, aku malah mendapati aroma aneh yang sangat aku kenal. Aroma lendir lelaki yang berasal dari pintu kamar mandi. Dari luar pintu kamar mandi, aku dapat melihat dengan jelas. Tetesan lendir kental berwarna keputihan yang masih terlihat begitu segar. Aku berjongkok dan memperhatikan dengan seksama gumpalan lendir itu. Dan dengan ujung jari telunjukku, aku usap lendir yang menempel lengket di pintu kamar mandi itu. Kuendus pelan ujung jariku, dan mencoba meresapi aroma aneh itu.
“Ini pasti sperma pak Bakri....”
“Pak Bakri pasti baru saja masturbasi disini....”
“Dan Pak Bakri pasti membayangkan diriku ketika ia bermasturbasi...”
Aneh, tiba-tiba aku merasa tersanjung. Aku merasa bangga akan diriku. Kembali aku cium lendir kental yang ada di ujung jemariku, kuhirup dalam-dalam sperma ayah mertuaku dan lalu, menjilatnya.
“Rasanya asin....”  Seumur hidupku, aku baru tahu jika rasa sperma adalah asin.
Karena masih merasa penasaran, aku kembali mengusap lendir yang masih menempel di pintu kamar mandi dan lalu memasukkan ujung jari yang berlumuran sperma ayah mertuaku itu ke dalam mulutku. Seolah kesetanan, berulang kali aku mengusap dan menjilat lendir ayah mertuaku, hingga hampir semua lendir itu bersih dari pintu kamar mandi.
“Aku merasa kurang puas... aku butuh sperma lelaki idamanku...” ucapku dalam hati sambil buru-buru meninggalkan kamar mandi.
Kembali, aku melihat ke sekeliling kamar mandi dan dapur, namun aku tak juga menemukan sosok ayah mertuaku.Ternyata,setelah aku akan berjalan menuju kamar tidurku, aku mendapati pak Bakri sedang duduk di ruang tengah sambil mengelap leher bajunya yang basah.  Aneh, kenapa setelah aku puas bermasturbasi dengan membayangkan ayah mertuaku, aku selalu merasa kikuk dan canggung? Seolah ada perasaan bersalah setiap kali aku harus memandang ataupun bertegur sapa dengannya? Tapi, jangan panggil namaku Fara jika aku harus mengalah pada situasi kikuk seperti ini.
“Kerah baju bapak kenapa? Kok basah gitu…?” Tanyaku dengan berani sambil berjalan mendekat kearahnya.
Pak Bakri tampak terkejut mendengar pertanyaanku, tapi kemudian ia tersenyum ke arahku sambil berkata "I..iya tadi kecipratan air..."
"Air apa…? Kok bisa kecipratan air…?”
“Tadi habis kena semprot seseorang dari kamar mandi….” Jawabnya santai sambil menatap tubuhku yang masih basah kuyup karena air mandi.
“ Loh…Memangnya bapak tadi ada di dekat kamar mandi?”
“Nggak juga sih…. “
“Lah terus kok bisa basah pak…?”
“Iya.. Tadi bapak butuh sesuatu dan bapak ingin memanggil kamu… Tapi karena kamu masih mandi, bapak tungguin aja… Tapi kok setelah bapak tunggu-tunggu, kamu nggak selesai-selesai mandinya… ”
“Iya pak… saya sedang menggosok badan… biar bersih pak… maklum abis berkeringat…”
“Pantesan lama… tapi tadi kok tadi sepertinya kamu merintih-rintih di dalam kamar mandi, apa kamu kesakitan…? Apa kamu terjatuh…?”

DEG… ternyata desahan nafasku tadi, dapat terdengar oleh beliau, dan mendadak, mukaku langsung terasa panas.
“Ohh enggak pak… itu saya sedaaang…“ aku tak tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba otakku tak dapat aku gunakan untuk memikirkan jawabannya.
“Nggak apa-apa kok… Bapak sudah tahu… Lagian bapak juga sudah puas…”
“Puas…puas kenapa pak?”
Pak Bakri tak menjawab pertanyaanku, ia hanya tersenyum sambil meneruskan membersihkan cipratan air yang membasahi leher bajunya.
“Yaudah… kamu buruan pake baju gih… handuknya khan masih basah, ntar kalo nggak buru-buru ganti, kamu bisa masuk angin loh…” ucapnya santai sembari kembali menatapku sambil tersenyum.
Untuk pertama kalinya, aku dapat melihat secara langsung kearah mata ayah mertuaku. Dan dari perhatiannya, aku merasa jika dadaku seolah mau meledak karena gembira. Mendengar perhatiannya barusan, aku merasa seperti baru saja ditembak oleh panah asmara. Senang, bangga, bingung, malu, semua emosi bercampur menjadi satu. Sejenak, kami berdua saling bertatapan pandang. Kami sama-sama malu, dan kami sama-sama mau. 
“Saya ganti baju dulu ya pak...” ucapku pamit dan memutar tubuhku ke arah kamar tidurku.
Namun, ketika aku mulai melangkahkan kakiku, tiba-tiba pak Bakri langsung memegang ujung bawah handuk mandiku dan menariknya dengan paksa.
“Oouuuww.... bapak... jangan ditarik, ntar handuk saya lepas....” ucapku genit.
Alih-alih menjawab pertanyaanku, pak Bakri hanya tersenyum simpul. “Toh aku sudah melihat isinya...” ucapnya singkat. “Dan itu yang membuatku susah melupakanmu nduk....”
Mendengar kalimatnya barusan, aku kembali terbang ke awang-awang, saking senangnya.
“Kamu cantik nduk....” kata ayah mertuaku “Dan akan lebih cantik lagi jika kau mendekat kesini tanpa selembar pakaian pun...” tambahnya lagi, sambil kembali menarik handuk mandiku dengan cepat.
ASTAGA....handuk kecil yang menutup tubuhku langsung terlepas, dan seketika aku kembali telanjang. Telanjang di depan mata ayah mertuaku. Telanjang di depan mata ayah suamiku. Telanjang di depan mata lelaki lain.
“Nggak usah malu nduk.... bapak tahu kok jika kita saling menginginkan hal ini terjadi...” ucap pak Bakri dengan nada pelan. Melihat ketelanjanganku, beliau hanya tersenyum tenang dan memintaku mendekat ke arahnya duduk. Dengan tubuh telanjang bulat, aku berjalan menuju ayah mertuaku berada.

“Tunjukan kenakalanmu nduk...” pinta ayah mertuaku “Bapak tahu, jika sebenarnya kamu adalah wanita yang sangat nakal... Wanita nakal yang sangat bapak inginkan...”
Malu tapi mau, sungkan tapi pengen, itulah perasaan yang aku alami ketika mendengar kalimat permintaan dari ayah mertuaku. Namun, PERSETAN, aku sudah sangat terangsang, aku sudah tak peduli dengan image seorang istri setia. Yang jelas, saat ini, aku ingin segera ditiduri pak Bakri, ayah mertuaku. Aku ingin mengarungi kenikmatan birahi bersama ayah suamiku. Aku ingin memiliki suami ibu mertuaku seorang diri. Terlebih lagi, ketika aku melihat ayah mertuaku kembali mengelus-elus tonjolan sarung yang ada di depan selangkangan beliau yang sudah menjulang tinggi, aku langsung membayangkan batang kejantanannya.
“Belum juga beberapa waktu tadi penis itu baru saja orgasme namun sekarang sudah mengacung tinggi lagi….” Heranku
“Pasti penis pak Bakri bukan penis biasa….”
“Pasti penis itu mampu menggaruk kegatalan liang vaginaku….”
“Pasti penis itu dapat selalu memuaskankan dahaga birahiku….”
Merasa nafsuku yang sudah berada di ubun-ubun, sedikit demi sedikit aku mulai menghilangkan rasa malu dan sungkan yang ada di dalam diriku. Sedikit demi sedikit, aku mulai memberanikan diri lagi untuk memamerkan tubuh telanjangku di depan ayah mertuaku. Dan sedikit demi sedikit, aku mulai memerintahkan alam bawah sadarku supaya membuatku merasa menjadi pelacur pribadinya.
“Sini nduk... duduk di samping bapak...” pinta pak Bakri sambil melambaikan tangannya kearahku.
Aku mengangguk dan mulai berjalan mendekat. Sambil berjalan pelan, kutangkap pipi pantatku dan mulai kuremas gemas. Kugoyangkan pinggulku dengan genit sembari berjalan mendekat. ASTAGA...melakukan gerakan-gerakan erotis secara langsung di hadapan ayah mertuaku, aku seolah merasakan sensasi birahi yang sangat menggebu. Rasanya begitu indah, begitu menantang, dan begitu menggairahkan. Aku sebenarnya tahu, jika apa yang sedang kulakukan saat ini adalah sebuah perbuatan dosa, sebuah dosa yang akan membawa kenikmatan bagi diriku, dan ayah mertuaku. Dan ketika aku sudah mendekat ke arah tempat pak Bakri duduk, aku tak langsung duduk disampingnya, melainkan memutar tubuhku dan membelakanginya. Aku tiba-tiba ingin menunjukkan organ terpenting dari tubuh wanita kepada ayah mertuaku. Aku ingin menunjukkan celah kenikmatanku yang sudah sangat membasah kepada beliau. Aku ingin pak Bakri menangkap dan menusuk vaginaku dengan penis besarnya dari belakang lalu menumpahkan sperma panasnya di dalam rahimku.
 “Jembut kamu lucu nduk… hitam dan tebal sekali…” puji pak Bakri “Sibakkan pantatmu lagi donk… bapak pengen lihat liang memekmu…” pintanya lagi.
 Seolah mendapat hypnotis, entah kenapa aku menarik lebar-lebar pipi pantatku ke samping.
 “Woooww…. Memek kamu sudah benar-benar basah ya nduk…?” Tanya pak Bakri sambil memiringkan kepalanya, berusaha melihat liang kewanitaannku dengan lebih jelas lagi.
“I…iya pak…. Sudah sangat basah….”
“Kamu benar-benar wanita nakal nduk…”
“Tapi bapak suka khan…?”

Kembali, aku raba dan remas pantat bulatku tepat di depan ayah mertuaku duduk, berusaha menggodanya sambil terus menggoyang-goyangkan pinggulku. Dengan jelas, aku berlagak seperti seorang pelacur yang sedang memberikan undangan gratis kepada lelaki lain untuk dapat meniduriku. Yang yang pasti, saat ini aku benar-benar ingin mendapatkan entotan dari ayah mertuaku.
“Entotin aku pak... entotin menantu binalmu ini....” ucapku membatin sembari bergoyang erotis. Aku seperti cacing yang kepanasan.
Sekarang, karena nafsuku sudah tak tertahankan lagi, aku menjadi buta akan rasa malu ataupun sungkan. Sekarang, aku berani untuk mengulum puting payudaraku, aku berani untuk menyentil klitorisku, dan aku berani untuk mengobel liang vaginaku. Sekarang, aku melakukan masturbasi di depan mata ayah mertuaku.
“Oooggghh... ooouugghhhh... sshhhh....” desahku pelan sambil menggelinjang-gelinjang keenakan. Kutusuk vagina basahku dengan jemari-jemari tanganku, kukobel klitorisku, dan kupilin-pilin putting payudaraku berulang-ulang. Semakin lama semakin enak, enak dan enak.  Hingga pada akhirnya, gelombang hangat itu kembali aku rasakan.
“Ooouuuugggggghhhhhhh…. Paaaakkk… Fara keluar….” Desahku spontan.
Tubuhku menggigil merasakan gelombang orgasme yang segera aku rasakan ini. Orgasme special yang aku dapatkan hanya dari bermasturbasi di hadapan lelaki yang bukan suamiku. Orgasme special yang aku peroleh hanya karena mendapat tatapan mata lelaki lain. Orgasme special yang aku rasakan hanya karena imajinasiku dengan pak Bakri, ayah mertuaku. Gelijang nikmat, tak mampu aku tahan lagi. Otot tubuhku mengejang, lututku melemas, dan pandangan mataku mengabur. Aku tak sanggup lagi berdiri dihadapan ayah mertuaku, aku harus menyandarkan tubuhku. Dengan sisa-sisa tenaga dan vagina yang masih berdenyut hebat,  aku bergegas ke kamar tidurku dan merebahkan tubuhku disana. Aku berbaring dengan kondisi tubuh telanjang dan mencoba mengatur nafas. Sambil merasakan denyut-denyut kenikmatan di vaginaku yang tak kunjung berhenti. Perlahan, aku merasa tubuhku menjadi terasa begitu ringan, seringan kapas. Saking ringannya, hingga terasa melayang ke udara.

***
Terlelap. Aku tertidur. Aku tak tahu, sudah berapa lama aku tertidur seperti ini. Kubuka mataku perlahan, kutatap pintu kamar tidurku yang masih terbuka lebar. Aku tidur dalam posisi miring, meringkuk dengan posisi udang.  Yang jelas, ketika aku terbangun, aku merasa ada sesosok lelaki yang juga ikut tidur di belakang tubuhku.
‘Ooooohh.... TUHAN....!!!  Apakah dia pak Bakri...?” batinku mempertanyakan sosok lelaki yang ada di belakang tubuh telanjangku.
Kuhirup nafas dalam-dalam dan mencoba mengendus aroma lelaki yang tidur dikamar ini. Dan dari aroma khas ini aku yakin jika,
“Astaga.... dia benar-benar ayah mertuaku...”
Entah karena gengsi atau malu, yang jelas aku tak berani menunjukkan kepada pak Bakri jika saat itu aku sudah benar-benar terjaga. Jadi satu hal yang bisa aku lakukan saat itu adalah, hanyalah berpura-pura tidur. Tiba-tiba, sebuah tangan menyentuh pantatku. Sentuhan itu sangat ringan seolah-olah dia juga takut jika aku akan terbangun. Dari sentuhan perlahan berubah menjadi rabaan, dan dari rabaan perlahan berubah menjadi remasan. Pelan tapi pasti, ayah mertuaku mulai mempermainkan tubuh telanjangku. Awalnya pak Bakri hanya mengusap pantat, mengelus paha, meraba pinggang hingga pada akhirnya, tangan mesum ayah mertuaku mulai meremas-remas daging bulat pantatku. Mendapat perlakuan tak senonoh dari lelaki yang sering aku bayangkan, gairahku mulai merasuk dan aku merasakan sesuatu yang mulai menghangat di celah kewanitaanku.
Lendir vaginaku seolah tak pernah ada habisnya, ia akan selalu keluar setiap kali aku merasakan gelombang birahi sekecil apapun. Dengan terus berpura-pura tidur, secara inisiatif aku mencoba untuk membalas godaan ayah mertuaku dan menggerakkan tubuhku seolah merasa agak terbangun. Bukannya aku membuka mata dan menegur ketidak sopanan ayah mertuaku yang saat itu sedang meraba-raba tubuhku, aku malah berpura-pura tidur lagi. Namun bedanya, aku mulai berani mendorong pinggulku ke belakang, sengaja menyajikan pantat bulatku ketangan ayah mertua kesayanganku itu. Tahu alam bawah sadarku merespon tangan mesum ayah mertuaku, tak beberapa lama, aku mendengar gemerisik pakaian dan yang aku tahu, kasur tempat tidurku sedikit berguncang. Aku yakin jika saat itu pak Bakri sedang melepas semua pakaian yang menempel di tubuhnya. Dan setelah telanjang bulat, kembali ia memposisikan tubuhnya searah denganku serta meletakkan tangan mesumnya di pantatku sambil berbisik pelan,
 "Ohhhh Fara! Mengapa kamu menggoda bapak seperti ini nduk? Mengapa kamu tidak meminta bapak secara langsung….Apakah kamu ingin jika bapak yang mengambil langkah pertama..?” ucap ayah mertuaku lirih.
“Kalo memang itu yang kamu mau, OK nduk…. Ok… Bapak disini sekarang!... Bapak sudah siap melayani semua kebinalanmu…” tambahnya sambil terus mengusap dan meremas pantat bulatku.

Mendapat perlakuan mesum seperti itu, aku sudah pasti tak akan mampu menahan birahiku. Nafasku mulai memburu dan detak jantungku berdetak semakin cepat.
“Fara…! Fara Sayang…! Ya Tuhan… Tubuhmu begitu indah nduk… Tubuhmu begitu menggoda… Jika seandainya Budi bukan anakku, bapak rela nduk memperebutkan dirimu dengannya…. Bapak rela nduk menukar hidup bapak demi bisa mendapatkan kenikmatan dari tubuhmu… Bapak rela…”
WOW…mendengar kalimat dari ayah mertuaku, apa yang bisa aku katakan untuk ini? Aku merasa benar-benar tersanjung. Aku merasa benar-benar senang. Namun karena saat itu aku masih dalam kondisi berpura-pura tertidur, aku merasa tidak berani bangun. Tiba-tiba, tangan mesum ayah mertuaku yang semula meremas-remas bongkahan pantat bulatku pindah, naik kearah pinggang, lengan dan akhirnya berhenti di samping payudaraku.
“Oooohhhh….” Rasanya begitu berbeda.
Pak Bakri kemudian meraba pelan daging payudara sebelah kananku. Dan dengan perlahan, beliau mulai meraba, mengusap dan meremasnya.
“Ohhh Tuhaaannn….!” Merasakan perlakuan mesum ayah mertuaku, aku seperti merasa berada dipenjara. Aku bisa merasakan nikmat sentuhannya tetapi tidak bisa bereaksi lebih banyak.
ANEH melihat tubuhku yang masih terdiam, Ayah mertuaku semakin berani melakukan aksi mesumnya. Beliau dengan sengaja memajukan tubuh telanjangnya dan menempelkannya ke tubuh telanjangku dari belakang.  ASTAGA aku bisa merasakan, batang panas yang sangat panjang menempel diantara celah pantatku. Batang yang aku tahu pasti sedang berusaha menunjukkan kebesaran dan kekokohannya pada diriku.Pasti ayah mertuaku saat ini sudah sangat terangsang. Terbukti dari batang penisnya yang sudah terasa begitu keras mendorong daging pantatku.
 “Batang berkedut pak Bakri mertuaku sudah ada di dekat celah kenikmatanku….”
“Sepertinya batang berurat ayah mertuaku sudah siap untuk menjajah lubang kewanitaanku…”
“Sebentar lagi, batang panjang ayah suamiku pasti bakal memuaskan vagina milik istri anaknya…”
 Tiba-tiba aku merasa serba salah. Di satu sisi, aku yang masih berpura-pura tidur dan sama sekali tak berani membuka mata, namun disisi lainnya, aku sangat mengingikan untuk dapat menanggapi semua kemesuman ayah mertuaku.
 “Fara…. Tubuhmu seksi sekali nduk… Bapak benar-benar tak bisa menahan nafsu…” bisik lirih ayah mertuaku ke telinga kananku “Bapak benar-benar ingin menikmatin tubuh indahmu ini…” tambahnya lagi.
 Aku tetap terdiam. Tetap berpura-pura tidur. Tiba-tiba, aku merasakan tangan mesum ayah mertuaku menulungkupkan jemarinya dipayudara kananku. Meraba, meremas dan memilin putting payudaraku dengan gemas. Garusan dan usapan kulit  tangan kasarnya di kulit payudaraku, membuat bulu kudukku merinding.
“Ooouuuhhhh….” Desah nafasku tertahan. Remasan tangan ayah mertuaku terasa begitu nikmat. Walau Mas Budi, suamiku sering sekali meremas dan memilin putingku, tapi entah kenapa rasanya sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh ayah kandungnya ini. Pak Bakri, ayah mertuaku, terus meremas payudaraku dengan perlahan.

“Tetekmu benar-benar besar nduk… Sampai tak muat tanganku meremas daging bulatmu ini…” ucap ayah mertuaku sambil sesekali mengecup lengan dan bahuku.
Perlahan, remasan tangan ayah mertuaku dipayudara kananku semakin kuat. Sepertinya ia sengaja ingin membuatku terbangun. Namun. Entah kenapa, walau sudah jelas beliau mengajakku untuk melakukan perzinahan, aku masih benar-benar malu dan takut. Walau aku masih berbohong dengan berpura-pura tidur, tubuhku seolah mengkhianatiku. Wajahku mulai  bersemu merah, nafasku mulai menderu, payudaraku mulai mengeras, puttingku mulai mencuat, dan vaginaku semakin membasah. Semua karena perlakuan mesum ayah mertuaku. Pak Bakri masih terus merangsang tubuh diamku. Berulang kali beliau meremas dan memilin payudaraku demi mendapat respon dariku. Hingga tiba-tiba tangan mesum beliau berpindah dari payudaraku dan meraba vaginaku.
“Wooow… sepertinya sudah ada yang sange nih… “ Tanya ayah mertuaku perlahan sambil mulai memilin-milin rambut kemaluanku sembari menggelitik klitorisku yang sudah mengeras.” Nduk… Ternyata kamu sudah siap dientot ya…?” tambahnya lagi.
Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya bisa terus berpura-pura tidur. Padahal, jika ayah mertuaku tahu yang sebenarnya, aku sudah benar-benar sangat menginginkan tawaran beliau.
“Iya pak… iya… aku sudah benar-benar sange… aku sudah sangat ingin ditusuk oleh kontol besarmu… entot aku pak…” pintaku dalam hati. Kuhembuskan nafas panjang dan terus berpura-pura tidur.
Melihat responku, tiba-tiba ayah mertuaku menusukkan salah satu jemarinya ke dalam celah vaginaku.
“Hhhhssssshhhh Ooouuuhhh….” Teriakku tertahan dan secara reflek aku memundurkan pinggulku.
Akibatnya, pantatku menabrak penis pak Bakri yang sudah berkedut hebat. Di depan vaginaku ada jemari tebal yang mulai mengocok vaginaku, dan di belakang pantatku ada batang raksasa ayah mertuaku yang sudah siap menusuk. Maju kena, mundur kena. Malu, sungkan, geli, merinding, pengen, semua emosi bercampur menjadi satu. Emosi yang pada akhirnya hanya menyimpulkan satu kata. NIKMAT.
“Kamu sudah siap nduk…?” Tanya ayah mertuaku lagi. “Kamu terus tidur saja nduk…biar bapak yang bakal memuaskanmu….”
“OOhhh… jangan goda aku lagi pak… aku sudah nggak tahan lagi… Buruan pak… Buruan ENTOTIN menantumu binalmu ini….” pintaku dalam hati sambil kembali menarik nafas panjang.
“Hmmm… Okelah nduk… bapak anggap kamu juga ingin segera merasakan kenikmatan bersama-sama… Siap-siap nduk… Bapak bakal memuaskan birahimu….”
Seolah mampu membaca kata hatiku, pak Bakri segera menyelipkan telapak kaki kanannya di antara kedua kakiku, dan dengan perlahan ia mulai mengangkat betis kaki kananku keatas. Mencoba untuk membuka celah vaginaku lebar-lebar. Dan setelah betisku terangkat, ia segera memajukan pahanya dengan tujuan mengunci paha dan kakiku supaya tetap membuka. Cara yang unik sekali.

PLEKK…
“Panas sekali…” kurasakan penis besar pak Bakri yang tiba-tiba menempel pada mulut vaginaku.
“Memek kamu benar-benar hangat nduk…. Gemuk…” bisiknya pelan sembari mulai memajukan pinggulnya.
 Dan dengan tangan kanannya yang masih mengobel celah vaginaku, tanpa kesulitan beliau menempelkan batang penisnya yang sudah mengeras panjang pada pembukaan celah vaginaku.
 “Pasti memek kamu sempit sekali ya nduk…?” ucap pak Bakri yang mulai memajukan batang penisnya.
“Inilah saatnya…. Inilah kenikmatan yang aku tunggu-tunggu sejak lama…”
“Ayo tusuk pak… tusuk memek anak menantumu… setubuhi istri anakmu…”
Kumundurkan lagi pantatku guna menyambut batang kejantanan ayah mertuaku. Kubuka kakiku lebar-lebar dan bersiap-siap merasakan kenikmatan darinya. Dan karena saat itu vaginaku sudah benar-benar membanjir basah karena cairan kenikmatanku, dengan sekali dorong, penis raksasa ayah mertuaku itu dapat menguak liang tubuhku.  LOOOOHHHH…ternyata pak Bakri tak segera melesakkan kepala penisnya ke dalam celah kewanitaanku. Beliau malah sengaja menggoda birahiku dengan cara menggesek-gesekkan batang penisnya di mulut vaginaku. Maju mundur, maju mundur, maju dan mundur. Berulang kali pak Bakri menggaruk lubang kenikmatanku dari luar.
 “Ssshh….Enak nduk…?” desah pak Bakri pelan sambil terus memaju mundurkan pinggangnya. “Luar memeknya aja sudah legit gini… apalagi lubangnya ya nduk…pasti menggigit sekali…” tambahnya.
 Tiba-tiba, pak Bakri menggenggam telapak tanganku dan membawanya turun ke selangkanganku. Di tempelkannya tanganku pada selangkanganku dan meminta jemari lentikku untuk mengurut kepala penisnya setiap kali kepala penis itu muncul dari gundukan vaginaku. Dan dari situ, aku bisa tahu jika pak Bakri memiliki penis yang istimewa. Merasakan ada suatu keanehan dibawah sana, aku yang masih berpura-pura tidur, mencoba untuk melirik kearah selangkanganku.
 “Astagaaaa… ternyata penis pak Bakri benar-benar panjang…” kagumku yang melihat batang hitam milik ayah mertuaku berulang kali nongol dan tenggelam di balik tonjolan daging gemuk vaginaku. Walau sudah melewati tubuh bawahku, aku masih bisa melihat kepala dan sedikit batang penis pak Bakri.
Penis yang ada di bawah selangkanganku itu terlihat begitu mengkilap karena terbasuh oleh lendir vaginaku. Dan karena gesekan-gesekan batang berurat millik ayah mertuaku itu, aku merasa vaginaku menjadi semakin gatal.
“Ooouuugghhh pakk… Jangan siksa aku seperti ini pakk… aku sudah nggak tahan lagi…” ucapku dalam hati.

Berulang kali, pak Bakri menggodaku. Memaju mundurkan pinggul dan batang penisnya. Namun alih-alih mendapat kenikmatan akan sodokan batang berurat miliknya, aku hanya merasa gatal karena gesekan batang penisnya di mulut vaginaku.
“Aku harus bisa memasukkan penis itu ke dalam vaginaku…” Aku sudah kehabisan akal, tak tahu harus berbuat apa. Hingga tiba-tiba terbersit sebuah ide.
Untuk beberapa saat, pak Bakri masih saja menggodaku, menggesek-gesekkan batang penisnya diluar mulut vaginaku. Membiarkan jemari tanganku mengurut kepala penisnya dari depan vaginaku setiap kali ia mendorong dan menarik batang penisnya.
“Lendir kamu banyak sekali ndukk.. “ bisik pak Bakri sembari menarik penisnya mundur ”Bapak suka memek yang becek seperti ini… bapak suka…” tambahnya lagi ketika akan memajukan penisnya.
“Inilah saatnya….” Girangku. “Ayo sodok pak… buruin majuin batang tititmu keras-keras…”
“Aku harus gunakan jemari tanganku yang masih berada di depan selangkanganku..”
Ketika pak Bakri memundurkan pinggangnya, aku sengaja mengarahkan kepala penis pak Bakri ke dalam mulut vaginaku. Dan benar seperti prediksiku, ketika beliau memajukan penis dan pinggulnya, jemari tanganku yang menahan penis itu supaya maju kedepan, secara otomatis membelokkannya kearah mulut vaginaku. HEEEEEGGGGGG….nafasku mendadak tersekat, jantungku mendadak terhenti dan kesadaranku mendadak memudar.
 “SAAAAKKKKIIIITTTTTTT…….” Hanya satu kata itulah yang bisa aku rasakan ketika batang penis berukuran besar milik ayah mertuaku secara paksa menerobos rongga kenikmatanku. Secara reflek, karena menerima tusukan tajam dari penis pak Bakri, tubuhku menggeliat maju kedepan. Berusaha menjauh dari hujaman batang penis ayah mertuaku.
 “Wwwoooooaaaaa…..” pekik pak Bakri keenakan ketika tiba-tiba merasakan batang penis yang didorongnya maju ternyata berbelok keatas dan masuk ke dalam vaginaku.” Enak banget nduuukkkk….”
 “GILAAA….” Desahku dalam hati “Sakit sekali…!!!”
 Aku tak pernah tahu, jika sakit yang aku rasakan bakal seperti ini. Walau saat itu vaginaku sudah berlumuran lendir pelicin dan sudah siap menerima penetrasi sebuah penis, aku  tak pernah tahu jika sakitnya akan benar-benar pedih. Sepertinya vaginaku yang sebelum-sebelumnya hanya menerima sodokan penis kecil milik mas Budi, belum terbiasa untuk dapat menerima batang super besar milik pak Bakri.  Dan aku tahu, jika aku ingin cepat mendapat kenikmatan perzinahan ini, aku harus sesegera mungkin beradaptasi dengan ukuran dari penghuni baru vaginaku.
 “aku harus mampu menahan rasa sakit ini…” keluhku dalam hati. Mencoba untuk tak menghiraukan rasa pedih di vaginaku.

“Memek kamu benar-benar basah nduk…” kata ayah mertuaku dengan nada keenakan. “LEGIT….”
 Berulang kali, pak Bakri mencium tengkuk dan pundakku dari arah belakang. Mencoba untuk memperlancar jajahan batang penisnya yang sudah setengahnya terbenam di dalam celah kenikmatanku. Dengan sedikit tekanan, Pak Bakri kemudian mulai menggerakkan pinggulnya maju dan menusukkan batang panjangnya ke dalam vaginaku. Karena aku sudah benar-benar merasa terangsang, rasa sakit itu perlahan menghilang dan berubah menjadi rasa geli nikmat. Sekuat tenaga aku mencoba merenggangkan otot-otot vaginaku, membiarkan batang nikmat ini menggaruk kegatalan yang ada di dalam rongga kewanitaanku. Hingga setelah beberapa saat, tak ada lagi hambatan yang dirasa ketika batang penis ayah mertuaku menusuk celah kenikmatanku. Mulai dapat meluncur dengan cukup mudah.
 “Enak sekali memek kamu nduk.... jauh lebih enak daripada memek istriku yang sudah kendor...” puji ayah mertuaku sambil menyentil-nyentil daging klitorisku. “Dan satu lagi yang kusuka dari memekmu nduk... Lendirmu benar-benar banjir...”
 Ada sedikit kebanggaan dan keanehan yang kurasa dari ucapan ayah mertuaku barusan. Bangga, karena pujian yang dilontarkan ayah mertuaku akan kenikmatan dari jepitan vaginaku. Dan aneh, karena ayah mertuaku berbeda dengan banyak lelaki lain yang menyukai vagina keset, ternyata ayah mertuaku lebih suka vaginaku yang berlendir.
“Ya Tuhan, perzinahan ini terasa sangat nikmat...” ucapku dalam hati.
”Ayo pak... setubuhi aku... tiduri menantumu... hamili istri anakmu...” pintaku dalam hati sambil terus menyuguhkan pinggulku ke arah belakang.
Perlahan tapi pasti, gelombang orgasmeku mulai datang.
“Gila nduk…  lendir memekmu sepertinya tak ada habisnya…” ucap pak Bakri yang kali ini tangannya menggempur klitorisku dengan gemas.
“Memekmu wangi dan rasa asinnya bikin ketagihan….” Berulang kali, ayah mertuaku mengobok vagina basahku, membasuh jemari tangannya dengan lendir pelumasku, lalu mengisap bersih-bersih dengan mulutnya. “Beda sekali dengan ibunya Budi…. Memeknya sepet… bikin sakit kontolku aja…”
Kembali aku disbanding-bandingkan dengan istri pak Bakri. Dan kembali aku merasa tersanjung mendengar kalimatnya. Ayah mertuaku memang penuh dengan kejutan. Terbukti ketika aku sedang mencoba mendalami kenikmatan baru dari persetubuhan terlarang kami, tiba-tiba beliau mencabut batang penis panjangnya dari vaginaku.
“Memek kamu pasti rasanya enak sekali ya ndukk…?” tanyanya tiba-tiba.
Dengan cepat pak Bakri memutar tubuhnya, membungkukkan kepalanya kearah selangkanganku dan menggantikan sodokan batang penisnya dengan lidah kasarnya.
“HHHhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh……………..” enak sekali pak.
Baru kali ini aku merasakan kegeli-nikmatan dari sebuah lidah lelaki. Sebenarnya, sudah ratusan kali mas Budi meminta diriku supaya mau untuk menerima seks oral darinya, tapi karena aku merasa vagina bukanlah anggota tubuh yang pantas untuk dijilat, ratusan kali pula aku menolaknya. Rasanya aneh, risih, geli, jijik dan ngilu. Sama sekali nggak ada nikmat-nikmatnya. Namun, entah kenapa ketika melakukan seks oral dengan pak Bakri, aku merasa begitu menikmatinya. Aku merasa benar-benar keenakan. Rasanya benar-benar berbeda jika aku melakukan dengan suamiku.

“Aku pengen terus bisa melakukan perzinahan ini… aku menikmatinya… aku tak ingin segera berakhir…”
 “Ya Tuhaaannn… enak sekali…” desahku dalam hati.
 Karena aku masih berpura-pura tidur, aku tak bisa banyak-banyak mengekspresikan diriku. Aku hanya bisa terdiam sambil menggigit bibirku keras-keras setiap kali aku merasakan kenikmatan dari jilatan lidah pak Bakri. Lidah lelaki tua itu seolah menari-nari di dalam vaginaku, menggelitik setiap senti pori-pori vaginaku..
 “Hhhhhhsss…..”
 Sepertinya, ayah mertuaku ini memiliki jutaan tehnik bercinta yang membuatku ketagihan. Dengan hanya mendorongkan lidah dan menjilat rongga vaginaku, tiba-tiba aku merasa seperti di ambang orgasme.
 “OOOOOooooohhhhhhhh…..sssshhhhh……..”
 Berhasil!  Orgasmeku datang dan vaginaku memuncratkan cairan kenikmatannya. Tubuhku bergetar dan mengejang hebat. Aku tak sanggup berpura-pura tidur lagi. Aku sudah tak mampu menahan nafsu birahiku lagi. PERSETAN jika pak Bakri menganggapku wanita murahan. Yang jelas, saat itu aku sudah benar-benar merasa ingin mendapat jutaan kenikmatan darinya.  Aku yang semula diam, sekarang sudah berani memegang lembut kepala ayah mertuaku yang sedari aku orgasme, masih saja berada di selangkanganku. Namun sekuat apapun aku berusaha menjauhkan kepala beliau dari selangkanganku, sekuat itu pula ia mempertahankan posisinya supaya tetap menjilati vaginaku di bawah sana.
“Memek kamu benar-benar enak nduk…. “ Ucap pak Bakri sambil membenamkan mulutnya di liang vaginaku, menghisap kuat-kuat rongga kewanitaanku. Ia seolah tak membiarkan ada sedikitpun lendir orgasmeku yang terlewat olehnya. “ENAK BANGEEEETTTT….”
Pak Bakri memang ahli merangsang wanita, karena beberapa saat setelah orgasme, birahiku mulai kembali  lagi. Semua itu hanya ia lakukan dengan lidah ajaibnya. Dengannya, aku merasakan surga.
“Sekarang giliran bapak ya ndukk….” Ucapnya sambil tersenyum. “Bapak bakal ngehukum mantu bapak yang nakal…. Hehehehe….”
Dalam satu gerakan cepat ia kembali ke posisi semula, memutar tubuhnya, merenggangkan kakiku dengan pahanya dan menempatkan penisnya kearah pangkal pahaku.
“Kamu sudah siap ndukk…?” Tanya pak Bakri yang mulai menggoda birahiku lagi dengan cara menggesek-gesekkan batang penisnya di luar mulut vaginaku.
“HHHhhhhhhhhh………….” Aku tak menjawab. Aku hanya bisa menghela nafas panjang.
“Siap-siap ya nduk… bapak mau masukin kontol besar bapak ke memek sempit menantu nakalnya….”
Karena vaginaku yang masih berlumuran lendir pelicin, dengan sekali dorong beliau mampu memasukkan seluruh batang penisnya ke dalam vaginaku. HHEEEEEGGGGGHHH…Sejenak, aku merasakan lagi rasa penuh dan sakit akibat sodokan penis besar pak Bakri yang buru-buru itu. Namun, beberapa saat kemudian rasa sakit dan penuh itu perlahan sirna. Tergantikan oleh rasa gelijang geli dan nikmat yang tiada tara. Kembali aku merasakan keanehan pada tubuhku. Jika biasanya, setelah orgasme aku merasakan ngilu pada vaginaku dan menolak segala macam stimulus, namun kali ini, aku tak merasakannya sama sekali. Malahan yang ada, aku merasa begitu ingin segera merasakan sodokan-sodokan kasar ayah mertuaku.
“Apakah aku sudah berubah menjadi wanita binal? Wanita pelacur yang selalu gatal akan siksaan penis-penis lelaki lain…?”

Sodokan sodokan batang penis pak Bakri semakin dalam. Setiap kali beliau menyodok, semakin dalam pula gatal yang aku rasakan pada dinding vaginaku.
“Akhirnya nduk….Mentok….” ucap ayah mertuaku yang tiba-tiba memeluk tubuhku dari belakang. “Bapak bisa memasukkan seluruh kontol bapak kedalam memekmu….”
Kami menggunakan “spoon position”. Posisi yang memungkinkan persetubuhan dengan cara memeluk dari belakang. Perlahan tapi pasti, pak Bakri mulai menggerakkan pinggangnya, menusukkan batang raksasanya dengan gerakan super lambat. Saking lambatnya, aku bisa merasakan urat-urat yang menonjol di sekujur batang penisnya menggaruk dinding vaginaku. Bersetubuh dengan ayah mertuaku, aku baru sadar jika penis bisa memijit, aku juga baru sadar jika penis bisa menggaruk kegatalan dinding vagina, dan aku baru sadar jika penis bisa menjadi seperti vacuum yang menyedot serta mengisi kenikmatan di liang vagina wanita. Semenjak bercinta dengan pak Bakri, aku merasa seolah kenikmatan darinya mampu membalik pemikiranku tentang bercinta dengan mas Budi. Benar-benar berbeda. Jika dibandingkan, bercinta dengan suamiku sekarang terasa begitu aneh. Bersama suamiku, aku hanya merasa geli, capek, dan terkadang risih. Sehingga secara tak langusng, aku seolah menjadi kurang tertarik jika harus bersetubuh dengan penis kecil suamiku lagi. Bersama pak Bakri dan batang penisnya yang sebesar botol air mineral, aku merasa berbeda. Ritme, tehnik, dan ukuran kejantanan mereka jauh berbeda, sehingga ketika bersama ayah mertuaku itu, aku seolah tidak bisa menolak segala macam kenikmatan yang ia hujamkan kedaam liang vaginaku.
“Ssshh….. oooohhh…hhhsss….” Merasakan sodokan-sodokan penis ayah mertuaku, mau tak mau mulutku mulai mendesah. Acting pura-pura tidurku tak lagi aku hiraukan. Kenikmatan ini tak mampu lagi aku tahan dan bendung.
“Enak nduukk…?” Tanya pak Bakri sambil terus menyodok-nyodokkan batang penis panjangnya pada  vaginaku.
“Eehhhhmmmmm…. Ssshhhh….” Aku tak menjawab, hanya bisa mengangguk dan mendesah lirih..
“Gak usah pura-pura tidur lagi yang Fara sayang… “ ucap ayah mertuaku sembari mengecup tengkuk leherku.” Bapak tahu kok jika kamu menikmatinya….”
“Ehhhmmmmm…. Oooouuugghhh….” Jawabku lagi.
“Mau ganti posisi nduk…?”
“SShhh… Oooouuugghhh….” Lagi-lagi aku tak menjawab, hanya menganggukkan kepalaku pelan.
Merasa sodokan nikmat penis pak Bakri, aku sudah tak lagi peduli jika beliau tahu selama ini aku hanya berpura-pura tidur atau sudah terbangun. Bagiku tak ada bedanya. PLOOOPPP…suara yang terdengar ketika pak Bakri mencabut penis panjangnya secara tiba-tiba dari vaginaku.
 “Telentang ndukk…” pinta pak Bakri singkat. Tampaknya ayah mertuaku benar-benar yakin jika aku mau menuruti permintaannya.
 Benar saja, aku menggerakkan tubuhku kekanan dan telentang pasrah, menunggu sodokan tajam penis ayah mertuaku. Di hadapannya entah kenapa, aku selalu bisa pasrah, mirip boneka yang selalu menuruti perintah pemiliknya. Dengan perlahan, pak Bakri mengangkat betisku dan meletakkannya di pundaknya. Kali ini ia sepertinya ingin menggunakan posisi misionaris. Pak Bakri menyetubuhiku dengan kekuatan penuh. Batang penisnya menghujam dengan cepat. Keluar masuk dengan diringi suara kecipak lendir kenikmatanku. Saking cepatnya, ada busa putih yang keluar dari vaginaku seiring keluar masuknya batang penis ayah mertuaku.

“Bapak mau keluar nduk… bapak mau ngecrot…” bisik ayah mertuaku dengan tak menghentikan sodokan tajam penisnya.
Tak beberapa lama kemudian, aku merasakan jika tubuh ayah mertuaku mulai bergetar. Nafasnya menderu dan matanya terbalik, putih.
“Keluar dimana ndukk….?” Keluar dimanaaaaaaa….?” Tanya pak Bakri padaku ketika ia akan mendapatkan gelijang kepuasannya.
Namun sebelum aku sempat menjawab pertanyaannya, beliau keburu ORGASME.
“OOOOUUUUGGGGHHHHHHH FARAAAAA…..” teriak pak Bakri lantang sambil menghujam-hujamkan batang penis besarnya sejauh mungkin ke dalam vaginaku.
Segera saja, aku merasakan 7 kali semprotan air mani panas di dalam dinding vaginaku, dan beberapa detik kemudian orgasmeku pun menyusul.  Orgasme bersama pak Bakri, aku merasakan klimaks yang benar-benar NIKMAT. Penisnya berkedut dengan hebat, seolah menggelembung dengan besar.
“Bapak puas nduk…Bapak benar-benar puas…” ucapnya padaku sambil tersenyum. “Makasih ya nduk… istri baruku…”
“Istri baruku….?” Aku tak percaya akan ucapan beliau barusan. Apa maksud dari kalimat “istri baruku…?”
Masih merasa terheran-heran akan perkataan pak Bakri barusan, kembali ia melakukan satu hal yang selama ini tak pernah aku duga-duga. Tiba-tiba pak Bakri memajukan wajahnya dan mencium mulutku. Beliau menciumku dengan bertubi-tubi, seolah tak akan ada lagi hari esok. Mendapat ciuman dari ayah mertuaku, seketika aku menjadi bangga dan tersanjung karenanya. Pipiku merona dan aku pun mulai memagut mulutnya, membalas ciuman dari ayah mertuaku.
 “Istri baruku…. Istri baru pak Bakri… Istri baru ayah mertuaku…”
 Berulang kali lalimat singkat itu terngiang-ngiang di terlingaku. Aku yakin jika sekarang ayah mertuaku sudah jatuh ke dalam dekapanku. Karena dari cara beliau menciumku, aku bisa tahu jika baginya, aku seolah wanita yang benar-benar ia inginkan. Setelah ejakulasi pak Bakri menjatuhkan tubuhnya disampingku, tengkurap dengan wajah menghadap kearahku dan tangan yang memeluk perut rampingku. Melihat ayah mertuaku sudah kecapekan, aku hanya bisa kembali pasrah, telentang menghadap langit-langit kamar sambil mencoba mengatur nafas. Kami berdua merasa sangat lelah, namun puas. Tak henti-hentinya, pak Bakri menciumi tubuh telanjangku sekenanya. Tangan yang semula terdiam di atas perutku mulai ia gerakkan naik untuk menjelajahi payudara besarku. Beliau mulai mengelus dan meremas payudaraku perlahan, mencoba menenangkankan hatiku  karena perzinahan yang baru saja kami lakukan. Kutatap lelaki tua yang ada di samping kananku, kuperhatikan dalam-dalam raut wajah kepuasan yang ia tampilkan. Sambil terseyum pak Bakri mulai tertidur. Usapan dan remasan tangannya pada payudaraku mulai terhenti, dan suara dengkuran lirih mulai terdengar. Kuhirup nafas dalam-dalam sambil membisikkan sesuatu di telinganya.
“Terima kasih pak Bakri, terima kasih ayah mertuaku, terima kasih suami baruku…”

By: MiaW